Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan penerimaan pajak hingga akhir Mei 2023 mencapai Rp830,29 triliun atau 48,33 persen dari target pajak tahun ini.
JAKARTA — Menteri Keuangan Negara Sri Mulyani mengatakan realisasi penerimaan negara dalam APBN 2023 hingga akhir Mei 2023 telah mencapai Rp 1.209 triliun. Penerimaan dari pajak mencapai Rp 830,29 triliun atau sudah terkumpul sebesar 48,33 persen dari target pajak tahun ini. Sementara dari bea dan cukai mencapai Rp 118,36 triliun dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp 260,5 triliun.
“Kinerja dari APBN sampai akhir Mei masih terus terjaga positif. Kalau kita lihat pendapatan negara mencapai Rp1209,3 triliun. Ini artinya 49,1 persen dari total target APBN sudah tercapai. Dan ini menunjukkan pertumbuhan 13 persen dibandingkan mei tahun lalu,” jelas Sri Mulyani dalam konferensi pers, Senin (26/6).
Sementara dari sisi belanja negara, Sri Mulyani menjelaskan belanja negara dalam APBN 2023 terealisasi sebesar Rp1.005 triliun atau 32,8 persen dari pagu. Belanja ini naik 7,1 persen dibandingkan tahun lalu. Menurut Sri Mulyani, sepertiga dari belanja APBN atau Rp290,3 triliun digunakan untuk transfer ke daerah guna perbaikan pelayanan publik dan pemerataan ekonomi.
“Kondisi APBN hingga akhir Mei masih mencatatkan surplus untuk total APBN sebesar Rp 204,3 triliun. Ini artinya 0,79 persen dari total produk domestik bruto yang diperkirakan tahun ini,” tambah Sri Mulyani.
Sedangkan dari komponen belanja pemerintah pusat sebesar Rp714,6 triliun atau 31,8 persen dari pagu. Rinciannya kementerian lembaga sebesar Rp326,2 triliun dan belanja non-kementerian lembaga Rp 388,4 triliun.
Pengamat: Pemerintah Perlu Ekstensifikasi Pajak
Pengamat ekonomi Bhima Yudistira mengingatkan pemerintah bahwa pencapaian 40 persen pajak tidak berarti akan mencapai target 100 persen penerimaan pajak hingga akhir tahun. Ia merujuk pada koreksi harga sejumlah komoditas ekspor yang dapat berpengaruh terhadap penerimaan pajak. Selain itu, kontribusi pajak dari sektor manufaktur juga berpotensi terkoreksi karena sedang lesu. Hal ini terlihat dari pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di sektor ini.
“Kemudian kinerja pajak pada tahun politik akan berpengaruh. Karena sebagian wajib pajak kakap mungkin akan menahan diri untuk belanja dan bisa berpengaruh terhadap penerimaan PPh (pajak penghasilan) dan PPN (pajak pertambahan nilai),” jelas Bhima kepada VOA, Senin (26/6).
Bhima menyarankan pemerintah untuk melakukan ekstensifikasi atau perluasan jenis pajak untuk mengejar target 100 persen penerimaan pajak tahun ini. Semisal dengan memperluas basis cukai seperti minuman berpemanis dan plastik. Selain itu, pemerintah juga dapat menarik pajak karbon dari PLTU dengan bahan bakar batu bara yang pendapatannya bisa digunakan untuk melestarikan lingkungan.
“Selain itu bisa mengejar wajib pajak yang belum patuh patuh, meski ada tax amnesty jilid II. Mereka tidak ikut dan ini bisa dikejar, yang potensinya bisa lebih besar lagi,” tambah Bhima.
Bhima berpendapat pemerintah juga bisa mengatur pajak perdagangan online yang belum memiliki regulasi. Termasuk juga megejar pajak dari orang-orang kaya yang jumlahnya mengalami peningkatan pada masa pandemi lalu./VOA
Jakarta, November 2024 – INKOP TKBM kembali bekerja sama dengan Port Academy untuk menyelenggarakan Diklat…
Mengapa Anda Tidak Boleh Lewatkan Acara Ini? Ini adalah kesempatan pertama di Indonesia untuk memiliki TCG One…
Layanan SIP Trunk adalah layanan telepon yang dilakukan melalui jaringan internet, layanan SIP Trunk menjadi…
Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) mencatatkan kenaikan tipis sebesar 14 sen, atau 0,2%,…
Musik telah menjadi bagian penting dari kehidupan sehari-hari, dan dengan kemajuan teknologi, mendengarkan musik semakin…
BATAM - Kepala Badan Pengusahaan Batam (BP Batam), Muhammad Rudi menerima sekaligus mendengarkan paparan Laporan…
This website uses cookies.