JAKARTA – Satu dekade lalu dan sebelumnya, terdapat anggapan bahwa aktivitas ‘go public’ menjadi aksi korporasi melalui proses yang panjang. Hanya perusahaaan-perusahaan skala besar yang memiliki akses pendanaan dari pasar modal, yaitu dengan cara menjual saham kepada publik atau biasa disebut dengan Initial Public Offering (IPO). Sementara itu, perusahaan-perusahaan yang baru dibangun dan membutuhkan pendanaan belum tentu memiliki kesempatan yang sama. Padahal jika perusahaan yang baru didirikan atau perusahaan yang masih berskala aset kecil namun dengan bisnis yang berkembang dengan baik atau prospektif, dalam jangka panjang perusahaan tersebut dapat menjadi besar.
IPO saham ditawarkan di pasar perdana dengan menawarkan potensi keuntungan kepada publik dalam bentuk capital gain dan dividen yang dapat diperoleh seiring dengan perkembangan perusahaan setelah mendapat penguatan permodalan dari IPO. Dana hasil IPO bisa digunakan oleh perusahaan untuk ekspansi usaha atau untuk modal kerja. Sedangkan melalui saham yang dibeli, masyarakat turut mendapatkan kesempatan untuk ikut memiliki perusahaan dengan prospek di masa depan. Pada akhirnya, masyarakat bisa mendapatkan keuntungan berupa dividen saham jika perusahaan menghasilkan laba.
Dikarenakan oleh sejumlah potensi keuntungan ini, dan ditambah dengan maraknya kehadiran perusahaan startup/rintisan, serta pertumbuhan perusahaan kecil dan menengah yang mulai menguasai pasar di Indonesia, membuat BEI sebagai salah satu regulator pasar modal Indonesia berinisiatif memberi kesempatan bagi perusahaan rintisan untuk dapat mencatatkan sahamnya. Akses pendanaan bagi perusahaan rintisan pun bisa diperoleh dari IPO, sehingga gagasan pengembangan akan terwujud melalui pasar modal. Ide tersebut terealisasi pada tahun 2019.
Sebelumnya BEI hanya mengatur persyaratan masuk di Papan Utama menggunakan laba dan Aset berwujud bersih dan di Papan Pengembangan hanya menggunakan kriteria aset berwujud bersih. Namun seiring berkembangnya model bisnis perusahaan, kriteria ini tidak dapat digunakan oleh seluruh perusahaan.
Pada tahun 2017, OJK menerbitkan POJK yang mengklasifikasikan aset skala kecil yaitu perusahaan dengan aset sampai dengan Rp50 milyar dan perusahaan dengan aset menengah yaitu perusahaan dengan aset diatas Rp50 milyar sampai dengan Rp250 milyar. Sejalan dengan ini peraturan ini, BEI juga mengeluarkan papan baru yaitu papan akselerasi pada tahun 2019 untuk mengakomodasi perusahaan aset skala kecil dan menengah dengan memberikan kemudahan dari segi persyaratan pencatatan.
Kehadiran Papan Akselerasi menjadi wujud keberpihakan BEI dalam mempersiapkan perusahaan kecil dan menengah untuk menjadi besar di pasar modal. Tentu saja hal mendapatkan sambutan baik dari pelaku pasar modal. Namun, BEI juga menetapkan syarat bagi perusahaan yang mendapatkan akomodasi Papan Akselerasi harus prospektif dari sisi bisnis.
Perusahaan Tercatat di Papan Akselerasi juga dapat dipromosikan ke Papan Pengembangan maupun Papan Utama sesuai dengan hasil evaluasi yang dilakukan oleh Bursa. Dengan mencatatkan sahamnya lewat Papan Pengembangan, perusahaan kecil dan menengah bakal memiliki keuntungan seperti meningkatkan reputasi perseroan, menambah nilai perusahaan, dan meningkatkan jaringan bisnis. Selain itu, dengan menjadi perusahaan tercatat juga akan mendorong pengelolaan perusahaan menjadi lebih profesional, transparan, akuntabel, dan berpotensi mendapatkan pendanaan tanpa batas.
Jika pergerakan harga saham-saham perusahaan di Papan Akselerasi ini masih naik turun, bukan berarti perusahaan dianggap tidak prospektif di masa depan. Melainkan karena karakteristiknya yang masih bertumbuh. Layaknya perusahaan yang baru dirintis, ada masa perusahaan masih mengembangkan pasar dan menciptakan produk dan layanan. Sehingga, naik dan turunnya harga saham-saham di perusahaan yang ada pada Papan Akselerasi tidak bisa dihindarkan dalam jangka waktu pendek. Investor tentunya memiliki preferensi dan kebijakannya masing-masing saat memilih saham di Papan Akselerasi ini.
Harga saham yang terbentuk di pasar sekunder mencerminkan penawaran dan permintaan (supply and demand) yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, sehingga pergerakannya fluktuatif berdasarkan besar penawaran dan permintaannya. Meskipun sejumlah saham yang IPO di Papan Akselerasi mengalami penurunan harga, namun tidak semua perusahaan tersebut mengalami penurunan kinerja fundamental keuangan, bahkan beberapa saham mengalami pertumbuhan kinerja fundamental keuangan.
Pada bulan Mei 2023, BEI meluncurkan Indeks Saham Papan Akselerasi yang mencatat pergerakan seluruh harga saham yang ada di Papan Akselerasi. Sehingga investor mendapatkan acuan dalam mengukur kinerja saham di papan ini. Sampai akhir 2023, terdapat 42 perusahaan yang tercatat di Papan Akselerasi. Berdasarkan data BEI, rata-rata pendapatan, profit, dan aset perusahaan di Papan Akselerasi tahun 2020-2023 mengalami peningkatan. Sebagaimana Laporan keuangan Tahunan perusahaan, rata-rata pendapatan emiten Papan Akselerasi per akhir tahun 2023 adalah sebesar Rp49,26 miliar, sementara laba bersih rata-rata Rp2,43 miliar dan rata-rata aset Rp111,43 miliar.
Dalam proses evaluasi perusahaan yang mengajukan go public, BEI melakukan evaluasi tidak hanya berdasarkan kinerja keuangan historis perusahaan, namun juga menilai dari aspek kualitatif perusahaan. Aspek kualitatif tersebut di antaranya adalah rencana penggunaan dana IPO, prospek bisnis, track record manajemen, dan tata kelola perusahaan. Selain itu, BEI juga senantiasa mengedepankan aspek substansi dari aspek formal dalam proses evaluasi tersebut.
Evaluasi tidak hanya dilakukan saat pencatatan awal perusahaan, namun BEI juga melakukan monitoring secara berkesinambungan untuk saham pasca IPO. Dalam kondisi tertentu, BEI berhak memindahkan saham perusahaan ke Papan Pemantauan Khusus sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan oleh pada Peraturan BEI I-X tahun 2024. Hal ini dimaksudkan sebagai salah satu upaya untuk perlindungan investor.
Saat ini terdapat 11 kriteria perusahaan yang dapat masuk ke Papan Pemantauan Khusus, di antaranya terkait fundamental perusahaan, likuiditas saham, atau saham free float. Bisa saja perusahaan memiliki fundamental yang baik, namun harus masuk ke Papan Pemantauan Khusus karena sahamnya tidak likuid atau kriteria non-fundamental lainnya. Perusahaan yang bisa masuk ke Papan Pemantauan Khusus tidak hanya perusahaan yang baru tercatat saja, namun juga berlaku untuk perusahaan yang telah lama tercatat di BEI, baik di Papan Akselerasi, Papan Pengembangan, Papan Utama atau Papan Utama Ekonomi Baru.
Sebagai bentuk pelindungan investor, perusahaan yang tercatat di Papan Akselerasi juga memiliki aturan mengenai lock-up period. Lock-up period merupakan kewajiban pemegang saham pengendali untuk mempertahankan pengendaliannya, dan dilarang untuk mengalihkan sebagian atau seluruh kepemilikan saham (lock-up) yang dimilikinya pada saat pencatatan awal Perusahaan Tercatat, paling singkat 12 bulan sejak tanggal pencatatan sebagaimana diatur dalam Peraturan BEI No. I-V Tahun 2023.
Sebagai bentuk lain perlindungan investor, BEI juga mengatur mekanisme perdagangan yang berbeda untuk saham-saham yang tercatat di Papan Akselerasi melalui Peraturan BEI No. II-V tahun 2019. Perusahaan efek yang menjadi Anggota Bursa (AB) wajib menginformasikan kepada nasabahnya mengenai daftar perusahaan yang sahamnya tercatat di Papan Akselerasi. Selain itu Anggota Bursa harus memberikan tampilan khusus untuk membedakan saham-saham yang tercatat di Papan Akselerasi dengan saham-saham yang tercatat di Papan Pengembangan, Papan Utama, dan Papan Utama Ekonomi Baru./JAKARTA