BATAM-Pendaftaran pekerja konstruksi sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan akan dimasukkan dalam persyaratan kontrak kerja di Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemerintah Kota Batam. Hal ini diutarakan Asisten Ekonomi Pembangunan Sekretariat Daerah Kota Batam, Pebrialin di Kantor Walikota Batam, Rabu (10/7/2019).
“Masukkan di poin kontrak. Dijadikan salah satu persyaratan oleh panitia pengadaan. Itu standar yang harus dipenuhi oleh setiap penyedia. Kita berikan pemahaman kepada penyedia nantinya. Dan disampaikan ini syarat yang harus dipenuhi,” tutur Pebrialin.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat nomor 7 tahun 2019 mengamanatkan hal tersebut. Bahwa penyedia diwajibkan mendaftarkan pekerjanya dalam BPJS Ketenagakerjaan sebagai standar kerja penyedia jasa konstruksi. Dan aturan ini berlaku baik bagi kontraktor induk maupun subkontraktor.
Menurutnya beberapa OPD sudah menerapkan aturan ini. Seperti yang dilakukan Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air kepada kontraktor pemenang lelang kegiatan peningkatan dan pemeliharaan jalan. Bukti pendaftaran jasa konstruksi ini menjadi syarat pencairan uang muka.
Juga sosialisasi yang dilakukan Dinas Perumahan Rakyat, Permukiman, dan Pertamanan kepada pelaksana proyek swakelola sarana dan prasarana kelurahan di 12 kecamatan. Bahwa bukti pendaftaran jasa konstruksi dijadikan sebagai syarat pencairan termin kedua.
Pejabat Pengganti Sementara BPJS Ketenagakerjaan Batam Nagoya, Fiterman Aris menjelaskan ada dua program yang bisa diikuti pekerja jasa konstruksi. Yaitu Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKm).
“JKK ini berlaku untuk kecelakaan kerja atau penyakit yang timbul akibat hubungan kerja. Ruang lingkupnya mulai dari berangkat kerja, selama di lokasi proyek, sampai pulang ke rumah. Serta bepergian yang berkaitan langsung dengan tugas kerjanya. Selagi ada kaitan dengan pekerjaan, itu termasuk kategori kecelakaan kerja,” papar Fiterman mewakili Kepala BPJS Ketenagakerjaan Batam Nagoya, Surya Rizal.
Adapun manfaat yang akan diterima peserta yakni biaya perawatan dan pengobatan atau pelayanan medis tanpa batas. Artinya sampai peserta sembuh sesuai indikasi medis.
Selain itu peserta juga akan mendapat santunan tidak mampu bekerja dengan besaran 100 persen upah selama 6 bulan pertama, 75 persen upah di 6 bulan kedua, dan 50 persen upah untuk bulan berikutnya.
Apabila kecelakaan kerja menyebabkan peserta meninggal dunia, maka ahli waris akan menerima santunan. Berupa santunan sekaligus sebesar 60 persen kali 80 bulan upah, santunan berkala senilai Rp 200 ribu per bulan selama 24 bulan, biaya pemakaman Rp 3 juta, dan beasiswa anak peserta.
“Sementara Jaminan Kematian untuk peserta yang meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja. Dimaksudkan untuk meringankan beban keluarga baik dalam biaya pemakaman maupun santunan,” tuturnya.
Fiterman mengatakan kepesertaan bagi pekerja jasa konstruksi ini berbeda untuk peserta Non ASN dan swasta lainnya. Karena penghitungan iurannya berdasarkan pada nilai kontrak proyek tersebut. Dan kepesertaan berlaku selama proyek berlangsung saja.
“Perusahaan tak perlu menyerahkan daftar nama pekerjanya. Cukup jumlahnya. Nanti klaim berdasarkan absensi di hari kerja tersebut,” terangnya.
Menurut Fiterman, 6,67 persen dari 75 kasus kecelakaan kerja di 2018 terjadi di proyek bersumber dana APBD. Nilai klaimnya mencapai Rp 62,2 juta dari total nominal Rp 884 juta di tahun 2018 lalu.
“Mudah-mudahan setelah forum ini, harapan kami, akan lebih meningkat lagi dalam sektor perlindungan terhadap tenaga kerja sektor jasa konstruksi,” ujarnya.
Artikel ini disadur dari https://mediacenter.batam.go.id/2019/07/10/pekerja-jasa-konstruksi-wajib-didaftarkan-bpjs-ketenagakerjaan/