JAKARTA – Pelukis senior, Maria Tjui, tutup usia di rumah pribadinya di daerah Puncak, Jawa Barat, Rabu, (16/11/2016). Saat ini jenazah berada di rumah duka Abadi, Jalan Daan Mogot, Jakarta Barat.
Maria meninggal di usia 82 tahun. Jenazah akan dikremasikan di Oasis, Tangerang, Sabtu, 19 November 2016.
Menurut keponakannya, Tjendrawati Lawi, hari Selasa, Maria masih melakukan aktifitas biasa seperti berbelanja bersama asisten rumah tangga. Di Puncak, ia tinggal sendiri di rumah utama dan 2 pegawai di rumah tambahan. “Menurut pegawainya, tidak terlihat tanda sakit apapun pada Maria,” kata Tjendrawati, yang ditemui di rumah duka, Jumat, (18/11/2016).
Pada hari Rabu, seperti biasa asisten rumah tangga yang datang bekerja hanya siang hari, mengetuk pintu rumah. Namun, tidak ada jawaban dari dalam rumah. Akhirnya, sekitar pukul14.00 asisten tersebut menelfon salah satu keponakan Maria.
Asisten meminta ijin untuk mendobrak pintu rumah. Maria ditemukan terjatuh di lantai kamar tidurnya dalam keadaan sudah meninggal. Tjendrawati, yang dihubungi melalui telepon, segera ke Puncak. Jenazah Maria kemudian dibawa ke Jakarta.
Maria lahir di Pariaman, Sumatera Barat, pada 14 Mei 1934. Awalnya, dia belajar melukis di Seniman Indonesia Muda, Yogyakarta, pada 1955-1958 di bawah bimbingan S. Sudjojono. Kemudian dia belajar seni patung di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI), Yogyakarta, pada 1961-1963.
Lulus dari ASRI, dia terbang ke Bali dan tinggal di Desa Peliatan, Ubud. Di sana dia mendalami seni dan kehidupan rakyat Bali. Bersama sejumlah pelukis Peliatan, dia mendirikan Sanggar Purnama.
Pada 1967, dia melawat ke beberapa negara di Asia. Selama tiga tahun di mancanegara, beberapa kali dia menggelar pameran tunggal. Kemudian dia kembali ke Tanah Air dan melakukan berbagai pameran tunggal dan bersama.
Karya-karyanya banyak dikoleksi pejabat dan tokoh masyarakat, salah satunya mantan presiden BJ Habibie.
TEMPO