BATAM – Penyelidikan kasus dugaan pengrusakan terumbu karang di pantai Melayu, Rempang Cate, Galang, Batam. Penyidik Kepolisian Polresta Barelang berlanjut dengan melakukan pemeriksaan Tempat Kejadian Perkara(TKP) bersama dengan pihak Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Kepri di Pantai Melayu, pada Rabu 6 September 2023, pukul 15.00 WIB.
Pemeriksaan TKP ini disaksikan langsung oleh Tim Penasehat Hukum Kerabat Masyarakat Adat Tempatan (KERAMAT) dari Kantor Hukum 74 & Associates, Alfons Loemau dan Petrus Salestinus yang mana dalam hal ini sebagai kuasa daripada Gerisman Achmad selaku pengelola pantai Melayu dan Ketua KERAMAT.
“Jadi, sebenarnya dari penyidik Kepolisian Polresta Barelang ingin datang meninjau lokasi untuk melihat, bagaimana dan apa yang sebenarnya yang terjadi kerusakan lingkungan terumbu karang yang terjadi di pantai Melayu ini. Hal itu yang mereka minta agar mereka datang ke sini disaksikan oleh Kuasa Hukum dari pengelola pantai Melayu ini yaitu pak Gerisman. Nah, makanya kami dampingi. Namun, yang kita agak heran datang mereka membawa alat pacul untuk membongkar pasangan batu penyangga pantai. Sehingga dari itu masyarakat keberatan, karena jika ingin melihat terumbu karang ya lihat saja yang mana terumbu karangnya,” ujar Alfons Loemau kepada wartawan usai peninjauan tersebut.
Kata dia, keberatan masyarakat tersebut bukan tanpa sebab, jikalau dikatakan bahwa ada pengrusakan terumbu karang di pantai Melayu ini tentu kedatangan penyidik Polresta Barelang bersama dengan DKP seharusnya sudah mempunyai data terumbu karang mana yang telah diduga dirusak di pantai tersebut.
“Terumbu karang itu ada istilah teknis kok, ada peraturan pemerintahnya yang mana dimaksud terumbu karang. Kemudian, kalau kita mau sebutkan ada kerusakan terumbu karang dan sebagainya dari tempat mana terumbu karang itu diambil? Pasti harus ada data dari pihak Kelautan sekian tahun begini loh kondisi terumbu karang yang ada habitatnya, seperti tempat pemijahan ikan dan sebagainya. Setelah demikian, di ambilah terumbu karang dari habitat sana yang mengalami kerusakan dan berapa persen kerusakan barulah namanya lokus delik tempat kejadian. Kemudian dari tempat terumbu karang kapan diambilnya? Sehingga sudah menjadi batu-batuan begini atau dijadikan pasangan batu penyangga pantai untuk menghambat abrasi pantai,” jelasnya.
Masih kata dia, berdasarkan keterangan masyarakat setempat batu karang yang dijadikan susunan batu miring di pantai Melayu ini bukanlah batu karang yang diambil dari terumbu karang, melainkan batu karang yang sudah mati kemudian terbawa arus ke sekitaran bibir pantai barulah batu karang tersebut dicampurkan dengan batu bauksit (Batu dari bukit/darat) sehingga jadi bahan bangunan baik itu untuk membangun rumah masyarakat setempat dan penyanggah bibir pantai agar terhindar dari abrasi air laut.
“Karena kalau seperti tadi yang dikatakan oleh masyarakat batu-batu seperti ini bukan hanya berada di sini, berbagai bangunan di sini juga memakai batu yang sama, bahkan juga di kantor-kantor pemerintahan di sini (Rempang-Galang). Bahkan penahan pantai semacam ini juga pemerintah bikin. Kenapa cuma di sini yang diperiksa? Masyarakat di sini merasa janggal,” bebernya.