Selain itu, Luhut juga menyampaikan bahwa kesepakatan perjanjian FIR antara Singapura dan Indonesia memiliki jangka waktu selama 25 tahun. Ia menuturkan, perjanjian tersebut akan dievaluasi setiap lima tahun sekali.
“Memang betul perjanjian kita bikin 25 tahun. Tadinya ada permintaan lebih lama, tapi saya pikir di 25 tahun nanti kita evaluasi tiap lima tahun. Kalau ada yang perlu di sana-sini perbaikan dan penyesuaian untuk kepentingan kedua belah pihak,” jelasnya.
Sementara itu, pengamat penerbangan Chappy Hakim mengatakan kembalinya ruang wilayah Kepri dan Natuna ke pangkuan Ibu Pertiwi merupakan sebuah pencapaian yang luar biasa, karena pada dasarnya sebuah wilayah udara suatu negara harus dikuasai oleh negara terkait.
“Jadi itu pencapaian yang luar biasa setelah sekian puluh tahun ada ruang udara wilayah kedaulatan kita yang dikelola oleh pihak asing,” ungkap Chappy kepada VOA.
Lebih lanjut, Chappy menilai bahwa adanya anggapan ketidakmampuan Indonesia dalam mengelola ruang udara sendiri sudah tidak relevan. Hal ini katanya dibuktikan dengan kemampuan Indonesia yang selama ini mengelola FIR Jakarta dan FIR Makassar dengan baik.
“Hasil dari audit terakhir mengatakan bahwa otoritas penebangan Indonesia itu kualitas dan safety-nya above global average. Jadi kalau bicara mampu atau tidak mampu itu tidak relevan sama sekali,” tambahnya.