Jovan mengaku keterbatasan bahasa terkadang menjadi kendalanya. Saat baru mulai bertugas ia mengatakan “mau ngomong kadang takut.”
“Saya biasanya (menerjemahkan) dulu kalau misalnya enggak tahu apa yang saya mau omongin. Habis itu saya baru ngomong,” katanya.
Menurut Jovan, penghasilan seorang tentara setingkat dirinya bisa mencapai sekitar 575-718 juta per tahun.
Hilang Kontak “Berhari-hari”
Kini Jovan tinggal dan bertugas di San Diego, California. Ada kalanya, Jovan mendapat tugas untuk berlayar hingga beberapa bulan. Waktu itu ia sempat hilang kontak dengan keluarganya hingga dua minggu, karena tidak ada sinyal untuk menelepon di tengah laut. Hal ini sempat membuat keluarganya panik.
“Ya, sangat khawatir sekali. Galau ya, toh? Apalagi ini memakan waktu yang cukup lama. Biasanya dia intens bel saya atau saya bel dia,” ujar Susanto.
“Saya tunggu sampai berhari-hari, waktu demi waktu. Ya, pikiran ini macam-macam dan arahnya lain-lain juga. Tapi syukurlah pada saat yang tepat dia juga hubungi saya, bahwa dia baik-baik saja ndak kurang suatu apa pun,” tambah Susanto.
Setelah bersandar, Jovan pun lalu baru menghubungi orang tuanya.
“Mereka kayak panik gitu. Ini orang ke mana? Kok enggak hubungi?” kata Jovan.
Berlayar ke Berbagai Negara
Sejak resmi menjadi tentara angkatan laut AS dua tahun lalu, Jovan yang berpangkat E4 (tamtama) sudah bernah berlayar hingga ke Panama, Ekuador, El Salvador, dan Kolombia. Terkadang ia juga harus berlayar hingga berbulan-bulan. Jauh dari keluarga dan kesulitan dalam berkomunikasi selalu membuatnya rindu keluarga.
“Pas lagi berlayar tahun lalu. Empat bulan kalo enggak salah. Jadi kita bisa kontak keluarga itu paling sehari sekali, sejam doang. Itu aja sih,” ceritanya.
Selain bertugas memelihara dan merawat mesin kapal, Jovan kembali mengikuti berbagai pelatihan saat berlayar.
“Jadi kita bangun itu kalau enggak salah jam 6. Terus kita siap-siap buat (sarapan) pagi. Setelah itu bersih-bersih dulu semua, terus training,” ujar Jovan.
Biasanya saat bersandar, Jovan dan tentara yang lain diberi waktu untuk jalan-jalan di negara tujuan. Namun, selama pandemi COVID-19 ini, mereka tidak diperbolehkan.
“Jadi kita pas bersandar cuman di pinggirannya doang. Enggak bisa ngapa-ngapain juga. Jadi kayak, boring gitu. Bosan,” kata Jovan.