“Mengapa demikian? Karena dari hasil tinjauan KPHL Unit II Batam ini tidak menjelaskan secara rinci letak koordinat disebelah mana yang bukan Kawasan hutan? Dan berapa luasan area yang bukan hutan? Seharusnya ada sinergisitas antara KPHL Unit II Batam bersama dengan BP Batam bagian lahan dan DLH Kota Batam untuk memverifikasi area ini masuk dalam Kawasan hutan atau tidak,” ungkapnya.
Padahal, kata dia, di lokasi ini pihaknya telah melayangkan 3 laporan aduan mengenai kerusakan lingkungan hidup ke Balai Pengamanan Hutan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sumatera (BPPHLHK Sumatera) yang berada di Medan, Sumatera Utara yakni dengan nomor surat:
1. Perkembangan aduan reklamasi, okupasi lahan hutan lindung Sei Beduk dan penimbunan tanaman RHL. Nomor: 470/ABI-BPDASHLSJD/ADUAN-II/2021, Perihal:Aduan dugaan pelanggaran hukum di lokasi yang beririsan dengan RHL mangrove di hutan lindung Sei Beduk, Batam
2. Aduan nomor: 500/ABI-DLH BATAM/ADUAN-IV/2021, Perihal:Aduan dugaan pelanggaran hukum di lokasi Hutan Lindung dan berbatasan dengan RHL mangrove di Hutan Lindung Sei Beduk, Batam.
3. Aduan nomor:Aduan nomor: 557/ABI-DLH BATAM/ADUAN-II/2022, Perihal: Aduan dugaan Reklamasi Ilegal mangrove di Hutan Lindung Sei Beduk, Batam.
“Berdasarkan hasil penulusuran tim advokasi kami diketahui bahwa pelaku penimbunan di lahan tersebut diduga masih orang yang sama dengan yang melakukan penimbunan di SMKN 9 Batam yang saat ini kasusnya juga masih disidik Gakkum KLHK RI. Kami meminta kepada instansi terkait untuk menghentikan dulu pengerjaan proyek ini untuk sementara waktu sambil mengkaji kembali secara bersama agar tidak menimbulkan konflik lagi di kemudian hari,” tegasnya.