BATAM – Pemberlakuan PMK Nomor 199 Tahun 2019 akan mulai diberlakukan pada 30 Januari 2020 mendatang.
Kepala Badan Kepatuhan dan Layanan Informasi Bea Cukai Batam, Sumarna mengatakan dengan adanya PMK tersebut, akan ada penggolongan jenis barang yang dikenakan pajak jika dikirim keluar Batam.
“Prinsipnya bahwa ketentuan yang berlaku di Free Trade Zone (FTZ) atau zona perdagangan bebas itu adalah barang yang dikeluarkan dari Batam memang diharuskan dikenakan pajak,” ujarnya kepada awak media di Balairung BP Batam, Senin (27/1/2020) siang.
Namun, pajak yang dikenakan terhadap barang yang dikirim keluar Batam akan disesuaikan dengan kategori barang.
“Ada 5 jenis kategori, pertama barang perdagangan (impor), barang produksi Batam, barang transit, barang retur dan barang personal effect,” ungkapnya.
Sumarna menerangkan bahwa pemberlakuan pajak bea masuk dan PPN hanya akan dikenakan terhadap pengiriman barang perdagangan impor. Sementara untuk barang produksi Batam, tidak akan dikenakan pajak bea masuk tapi hanya akan dikenakan PPN apabila dikirim keluar Batam.
Selanjutnya untuk kategori 3, yaitu barang transit tidak akan dikenakan bea masuk dan PPN jika dikirim keluar Batam.
“Misal barang transit (di Batam) dari Karimun, sudah kena PPN karena Karimun bukan FTZ, jadi dari Karimun ke Jakarta tidak kena bea masuk dan PPN,” jelasnya.
Tak hanya itu saja, pajak bea masuk dan PPN juga tidak akan diberlakukan terhadap kategori barang retur atau yang dikirim keluar Batam untuk keperluan service atau perbaikan. Selain itu, pengiriman barang keperluan pribadi (personal effect) juga tidak dikenakan pajak jika yang bersangkutan pindah keluar Batam.
Ia melanjutkan, untuk Batam sebenarnya telah mendapat keistimewaan lain, yaitu barang yang masuk ke Batam sama sekali tidak dikenakan pajak. Pajak hanya diberlakukan jika barang keluar dari Batam, yaitu berupa pajak bea masuk dan PPN. Berbeda dengan Jakarta, jika ada barang masuk dari luar negeri maka dikenakan biaya masuk 7,5 persen, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen, dan Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 10 persen.
“Memang barang-barang yang masuk ke Batam sama sekali tak dikenakan biaya juga pajak. Dikenakan biaya justru ketika barang itu keluar dari Batam. Jika PMK 199 diberlakukan, maka setiap barang yang dikirim (dari Batam) keluar daerah akan dikenai biaya masuk dan PPN saja,” katanya.
Sumarna tak menampik bahwasannya pemberlakuan PMK 199 ini banyak dikeluhkan oleh reseller kecil. Akan tetapi, PMK 199 diberlakukan sebagai langkah untuk mencegah banjirnya barang impor dari luar negeri masuk ke Indonesia.
Anggota BP Batam Bidang Pengelolaan Kawasan dan Investasi, Sudirman Saad membenarkan hal tersebut. Ia membeberkan bahwa terjadi lonjakan pengiriman paket impor masuk ke Indonesia sepanjang tahun 2019, dibandingkan tahun sebelumnya.
“Tahun 2019 ada 57 sekian juta paket yang dikirim ke Indonesia, diantaranya sebanyak 77,7 persen atau 45 juta paket dikirim ke Batam,” kata Sudirman.
Sedangkan berdasarkan data Apindo pada tahun 2018, terdapat sekitar 17 juta paket masuk Batam. Sementara sebelumnya hanya sekitar 9 juta paket masuk Batam pada tahun 2017.
(shafik)