Selain itu menurut Beni, RUU tersebut selain menimbulkan konsekuensi pencabutan UU Praktik Kedokteran, UU Keperawatan, UU Kebidanan, UU Tenaga Kesehatan dan UU Rumah Sakit, juga menghilangkan organisasi-organisasi profesi yang selama ini menaungi para tenaga kesehatan.
“Dengan menghilangkan syarat rekomendasi organisasi profesi, maka kualifikasi tenaga kesehatan yang harus memiliki etik dan moral yang tinggi, kompetensi serta otoritas tidak dapat dipenuhi,” ujar Beni.
IDI menyebut ada upaya liberalisasi dan kapitalisasi layanan kesehatan di Indonesia dengan kemudahan izin serta mendorong swasta asing mendirikan fasilitas pelayanan kesehatan dengan tujuan memperoleh laba sebanyak banyaknya di dunia kesehatan.
“Peran pemerintah seharusnya mendominasi, bukan pihak swasta yang memonopoli pelayanan kesehatan sebagai ajang kompetitif demi mencari keuntungan ekonomi,” ujar dia.
Kementerian dan DPR membantahKementerian Kesehatan membantah klaim para demonstran tentang upaya kriminalisasi tenaga kesehatan. Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril mengatakan klaim tersebut tidak beralasan.
“Justru RUU Kesehatan ini menambah perlindungan baru, termasuk dari upaya-upaya kriminalisasi. Janganlah kita memprovokasi seolah-olah ada potensi kriminalisasi. Itu tidak benar,” ujar Syahril dalam siaran pers.
Pemerintah, menurut Syahril, justru mengusulkan tambahan perlindungan hukum untuk dokter, perawat, bidan dan tenaga kesehatan lainnya ketika memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Menurut Syahril, pasal-pasal perlindungan hukum ditujukan agar jika ada sengketa hukum, para tenaga kesehatan tidak langsung berurusan dengan aparat penegak hukum sebelum adanya penyelesaian di luar pengadilan, termasuk melalui sidang etik dan disiplin.
Pasal baru perlindungan hukum bagi para tenaga kesehatan antara lain perlindungan hukum bagi peserta didik, hak menghentikan layanan jika mendapatkan tindak kekerasan, dan perlindungan hukum pada kondisi tertentu seperti wabah, kata Syahril.
Anggota DPR Irma Suryani Chaniago mengatakan RUU Kesehatan ini justru ingin melindungi semua kepentingan termasuk tenaga kesehatan.
“Tidak benar ada kapitalisasi dan liberalisasi kesehatan. Apa lagi kriminalisasi dokter dan paramedis. Justru RUU ini memperjelas tata kelola, perlindungan dan kesejahteraan paramedis,” jelas dia.
Sekretaris Pemerhati Pendidikan Kedokteran dan Pelayanan Kesehatan Judilherry Justam mengatakan organisasi profesi dokter, seperti IDI, mempunyai kewenangan sangat besar yang mestinya dibatasi.
“Dokter terpaksa menjadi anggota IDI, karena jika tidak menjadi anggota, tidak akan mendapatkan izin praktik,” ujar dia dalam sebuah diskusi online, Senin (8/5).
Judilherry mengatakan di negara lain tidak ada masalah jika dokter tidak bergabung dengan organisasi profesi, dan haknya untuk praktik kedokteran tetap bisa dijalankan.