Suami Menjadi Korban KDRT, Mungkinkah? – Laman 2 – SWARAKEPRI.COM
NASIONAL

Suami Menjadi Korban KDRT, Mungkinkah?

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) bisa dilakukan, baik oleh suami ataupun istri. Namun, dalam sejumlah kasus, suami yang menjadi korban sebenarnya adalah pelaku KDRT yang mendapat pembalasan. (Foto: Ilustrasi/AP/Musadeq Sadeq)

Kecenderungen istri mencabut laporan ini disebut Andari sebagai “siklus KDRT.”

Seorang demonstran memegang plakat selama protes nasional terhadap ketidaksetaraan, kekerasan, KDRT dan pelecehan seksual terhadap perempuan di Brussels, Belgia, 28 November 2021. (Foto: REUTERS/Johanna Geron)

“Ada fase bulan madu, fase konflik, fase kekerasan, fase minta maaf atau pengejaran kembali yang itu membuat korban akan terbangun harapannya untuk memaafkan pelaku, dan kemudian kembali ke fase bulan madu lagi, konflik lagi dan muter-muter seperti itu seterusnya,” ujarnya.

Kecenderungan perempuan mencabut laporan ke polisi menimbulkan persepsi bahwa daripada repot mengurus laporan yang nantinya akan dicabut kembali, lebih baik perempuan menempuh jalan damai. Itulah sebabnya perempuan sedianya didampingi ketika melaporkan kasus KDRT yang dialaminya.

Kekalahan Patriarki?

Aktivis perempuan Myra Diarsi mengatakan ketika laki-laki menjadi korban KDRT, hal itu merupakan dampak situasi di mana dia tidak bisa lagi memegang kendali. Dalam istilah lain, suami mulai menerima “gugatan” atas kekuasaannya dalam keluarga.

“Di situ saya boleh katakan, lelaki pada umumnya menjadi korban dari apa yang diperbuatnya. Konsekuensi logis dari apa yang dibuatnya dalam KDRT, sehingga dia memang kehilangan kendali,” kata Myra.

Secara budaya, di Indonesia patriarki memang masih dominan. Tidak ada celah yang memberi kesempatan kekalahan patriarki di dalamnya. Namun, Myra menilai pada kasus di mana istri berani melawan suami atas kasus KDRT yang dialaminya, yang terjadi sebenarnya bisa disebut sebagai kekalahan patriarki meski banyak pihak meragukan.

Sebuah proyeksi cahaya terlihat saat aksi protes kelompok hak-hak perempuan Amnesty International terhadap kekerasan seksual dan KDRT dalam rangka Hari Perempuan Internasional di Zurich, Swiss 7 Maret 2021. (Foto: REUTERS/Arnd Wiegmann)

Memang, secara umum dalam perbincangan relasi gender, segalanya tidak otomatis atau tidak hitam putih. Tidak selamanya, laki-laki adalah pelaku atau penguasa dan perempuan menjadi korban.

“Di dalam suatu hubungan kuasa gender yang timpang, bisa terjadi kekerasan. Itu saja. Bisa laki, bisa perempuan, jadi tidak dihitamputihkan bahwa yang memegang kuasa adalah laki-laki,” ujarnya.

Hanya saja, sebagaimana banyak data, dalam kasus-kasus dimana suami melapor sebagai korban adalah bentuk revenge atau sebagai balas dendam.

Laman: 1 2 3

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Independen dan Terpercaya

PT SWARA KEPRI MEDIA 2023

To Top