Lembaga survei Indikator Politik Indonesia mengeluarkan hasil opini publik terbaru terkait tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 135 orang. Mayoritas responden menilai kepolisian harus menjadi pihak yang paling bertanggung jawab terkait tragedi tersebut.
JAKARTA – Hasil survei opini publik dari Indikator Politik Indonesia terkait tragedi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, menyatakan aparat kepolisian menjadi pihak paling bertanggung jawab dalam kejadian yang menewaskan 135 orang pada 1 Oktober 2022.
Survei itu dilakukan pada 30 Oktober hingga 5 November 2022 dengan mewawancarai 1.220 responden secara tatap muka. Survei itu juga memiliki toleransi kesalahan sekitar 2,9 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.
“Kalau kita tanya siapa yang paling bertanggung jawab atas tewasnya ratusan suporter. Dari mereka yang tahu tragedi Kanjuruhan 39,1 persen menyebut aparat kepolisian terutama mereka yang membawa gas air mata. Lalu, 27,2 persen penyelenggara liga dan 13 persen adalah Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI),” kata Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, Minggu (13/11).
Burhanuddin memaparkan hasil temuan survei itu juga menyatakan 65,5 persen responden percaya terhadap komitmen Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mengusut tuntas tragedi Kanjuruhan.
“Nah, yang percaya itu masih mayoritas 65,5 persen percaya terhadap komitmen Kapolri. Meskipun yang tidak percaya cukup besar 30,6 persen,” ujarnya.
Selanjutnya, mayoritas responden sebanyak 86,8 persen juga mengetahui bahwa ratusan suporter yang tewas karena tembakan gas air kata dari pihak kepolisian. Lalu, mayoritas responden sebanyak 64,5 persen tidak setuju dengan pernyataan polisi bahwa tembakan gas air mata telah sesuai prosedur lantaran aksi suporter yang anarkis.
“Kepolisian mengatakan tembakan gas air mata tersebut sudah sesuai prosedur. Sebagian besar tidak setuju dengan pernyataan tersebut. Ini masukan buat kepolisian, lebih baik mengakui saja kalau ada kejadian terkait dengan penggunaan gas air mata yang tak sesuai prosedur,” ungkap Burhanuddin.
Kesalahan Kolektif
Pengamat sepak bola sekaligus mantan anggota Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) tragedi Kanjuruhan, Akmal Marhali menilai, kejadian yang terjadi di kandang dari Arema FC tersebut merupakan kesalahan kolektif.
“Kalau hasil survei menyatakan paling besar tanggung jawabnya adalah kepolisian, sejatinya yang harus bertanggung jawab seluruh yang terlibat dalam kasus tersebut. Mulai dari PSSI, PT Liga Indonesia Baru sebagai operator kompetisi, klub yang bertanding Arema dengan Persebaya, panitia pelaksana, kepolisian, dan suporter,” ujarnya.
Oleh karena itu semua pihak yang disebutkan itu harus menanggung dosa atas tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 135 orang dan 712 lainnya luka ringan dan berat.
“Apabila terjadi indikasi perbuatan pidana maka harus diusut tuntas dan dibuka secara transparan,” kata Akmal.