BATAM – Sidang perkara dugaan tindak pidana penipuan atau penggelapan dan pemalsuan surat PT Bangun Megah Semesta (BMS) dengan terdakwa Tjipta Fudjiarta kembali digelar di ruang sidang utama Pengadilan Negeri Batam, Senin(28/5/2018) siang.
Persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Tumpal Sagala didampingi Hakim Anggota Taufik Abdul Halim dan Yona Lamerosa ini beragendakan mendengarkan keterangan dua saksi yakni Notaris Anly Cenggana dan Notaris Syaifuddin.
Notaris Anly Cenggana mendapat giliran pertama untuk diperiksa keterangannya di persidangan.
Sebelum didengarkan keterangannya, Ketua Majelis Hakim Tumpal Sagala menanyakan kepada saksi dan Jaksa Penuntut Umum(JPU) terkait syarat formal dari saksi untuk memberi kesaksian di Pengadilan yakni surat izin dari Majelis Kehormatan Notaris(MKN).
Karena saksi dan Jaksa Penuntut Umum(JPU) tidak bisa menunjukkan surat izin dari MKN tersebut, Ketua Majelis Hakim kemudian menunda persidangan hingga seminggu kedepan.
“Sidang saudara(terdakwa,red) dengan agenda pemeriksaan saksi tidak dapat dilaksanakan karena saksi tidak dapat membawa syarat formal. Sidang diundur hingga tanggal 4 Juni,” kata Ketua Majelis Hakim.
Jaksa Penuntut Umum(JPU Hendarsyah Yusuf Permana ketika dikonfirmasi seusai persidangan menjelaskan bahwa dua saksi batal bersaksi karena tidak membawa surat izin dari MKN.
“Saksi itu karena dia Notaris wajib dapat izin dari MKN, surat izin sudah ada, tapi fisiknya tidak dibawa, makanya dianggap tidak sah,” ujar Hendarsyah.
Sementara itu Penasehat Hukum terdakwa, Hendie Devitra didampingi Sabri Hamri mengatakan, Notaris dalam memberikan kesaksian di persidangan harus terlebih dahulu mendapatkan surat izin resmi dari MKN.
“Itu(izin dari MKN) yang belum dipenuhi oleh Penuntut Umum selaku yang menghadirkan(saksi), jadi karena tidak memenuhi syarat formal,” tegasnya.
Pada persidangan sebelumnya hari Senin tanggal 21 Mei 2018 lalu, dua orang saksi yakni Andreas Sie, eks pemegang saham PT Bangun Megah Semesta(BMS) dan Mariani sudah memberikan kesaksian.
JPU Hendarsyah menanyakan kepada saksi Andreas Sie mengenai awal pendirian PT.BMS dan pembangunan BCC Hotel.
“Sebelah BCS(Mall) ada lahan kosong, ada orang mau jual, jadi kita mau bangun apartemen atau hotel. Kemudian ada nego dengan pemilik lahan, setelah kesepakatan harga disetujui (dengan pemilik lahan) berdiri PT BMS. Setelah berdiri PT BMS, kami melanjutkan cut and fill dan pembangunan hotel,” ujar saksi.
Saksi juga mengaku sebagai salah satu pemilik 28 lembar atau 10% saham di PT. BMS bersama dengan pemegang saham lainnya yaitu Wie Meng, Sutriswi, Hasan, dan Conti Chandra.
Saksi menjelaskan bahwa sumber dana untuk pembangunan BCC Hotel berasal dari modal masing-masing pemegang saham, pinjaman dari Bank Panin sebesar Rp 70 Miliar dan dari uang hasil penjualan apartemen.
“Perusahaan kesulitan keuangan untuk membayar hutang dan biaya pembangunan, dan ada masalah dengan sesama pemegang saham, maka diputuskan kami keluar dan menyerahkan kepada Conti untuk mencari pendamping,” jelasnya.
Saksi juga mengaku menandatangani akta No. 89. “Akta itu bukan jual beli saham kepada Conti, tapi saksi akan melepaskan sahamnya apabila Conti sudah mendapatkan pendamping,” jelasnya.
Saksi juga mengaku pernah menggugat Conti Chandra untuk membatalkan akta No. 89 tersebut.
“Saya mau semua jaminan hutang saya di bank Panin diselesaikan dulu, dan waktu dibuat akta No. 89 pembayaran saham dan jaminan saya di bank belum ditarik, tapi masalahnya sudah selesai, saya mencabut gugatan dengan perdamaian,” kata saksi.
Saksi mengaku menerima uang pembayaran harga saham miliknya sebesar Rp 88.juta dan 145.000 SGD. “Saya terima cek dari Wie Meng sesuai modal yang saya keluarkan,” ucapnya.
Kata saksi, setelah menerima pembayaran dari Wie Meng, kemudian saksi menandatangani jual beli sahamnya dengan Conti Chandra.
Ketika ditanya Hakim apakah saksi tahu selanjutnya saham saksi dijual kepada siapa oleh conti, saksi menjawab tidak tahu.
“Yang penting saham saya sudah dibayar lunas sesuai modal saya kembali, saya sudah tidak tahu lagi soal PT.BMS,” jelasnya.
Selanjutnya Penasehat Hukum Terdakwa, Hendie Devitra menanyakan kepada saksi mengenai RUPS tgl 2 Des 2011.
Saksi mengaku menerima undangan dari Conti Chandra, tetapi tidak hadir. Demikian juga mengenai RUPS tgl 17 Nov 2011 untuk penjualan saham kepada terdakwa, saksi juga menerima undangan dari Conti tapi tidak hadir karena sedang mengajukan gugatan di PN Batam untuk pembatalan akta No. 89.
Saksi juga mengaku pernah menerima surat teguran dari Conti karena tidak hadir pada RUPS tersebut.
Saksi juga mengaku pernah menjabat sebagai direktur PT BMS dan menjual beberapa unit apartemen. Uang hasil penjualan apartemen tersebut digunakan biaya pembangunan BCC Hotel.
Setelah mendengarkan keterangan saksi Andreas Sie, persidangan sempat sempat diskors selama 1 jam, kemudian sidang dilanjutkan untuk mendengarkan keterangan saksi Mariani.
Saksi Mariani mengaku mempunyai hubungan ipar dengan Conti. “Istrinya adik saya pak Hakim, dengan istri terdakwa sepupu,” jawab saksi kepada Majelis Hakim
Dalam keterangannya, saksi mengaku pernah dipanggil Conti Chandra pada november 2011 di lantai P4 BCC Hotel.
“Saya dipanggil pak Conti ke lantai P4, disana pak Conti mengatakan sudah deal dengan pak Tjipta 120 Miliar jual gedung BCC”, ketika ditanya apa jawaban terdakwa (deal 120 M? “Terdakwa diam saja.
Saksi juga mengaku pernah disuruh Conti Chandra untuk mengecek uang masuk ke rekeningnya.
“Uang 27M utk pembayaran saham dan uang hasil penjualan 11 unit apartemen sebesar 14 M, uang itu yang digunakan Conti untuk membayar saham pemilik saham lama dan membayar hutang supplier, lebih kurang 33 M,”jelasnya.
Ketika ditanya Hakim apakah masih ada lagi uang yang lain yang masuk ke rekening Conti Chandra, saksi mengatakan tidak ada.
Berbeda ketika PH terdakwa, Hendie Devitra dan Sabri Hamri mencecar saksi mengenai uang pembayaran 15% saham yang juga diterima Conti Chandra, saksi mengakuinya dan pernah mengecek rekapitulasinya.
“Ya ada juga uang dari terdakwa yang saya hitung Rp 7M masuk ke rekening Conti,” jelasnya.
Diakhir persidangan saksi Mariani sempat meluapkan emosinya karena diberhentikan terdakwa dari BCC Hotel. “Terdakwa tidak ada wewenang memberhentikan saya!,” ujar saksi.
Istri Conti Chandra yang duduk dikursi pengunjung sempat bertepuk tangan, namun Hakim langsung mengetuk palu dan menegurnya.
“Sorry pak Hakim,” ujar istri Conti Chandra.
Atas keterangan saksi, terdakwa membantah terkait pertemuan di lantai p4 BCC Hotel. “Ada yang benar dan banyak yang tidak benar, tidak ada pertemuan di lantai p4 itu,” kata terdakwa.
Penulis : RD_JOE
Editor : Rudiarjo Pangaribuan