BATAM – swarakepri.com : Tiga orang gadis cilik yang bersekolah di SDN 004 Batu Aji, Batam sangat beruntung hari ini, Selasa(11/8/2015) karena bisa bertemu dengan sosok pahlawan yang sesungguhnya.
Pahlawan yang mereka jumpai bukan sosok yang laki-laki perkasa yang mengangkat senjata di medan peperangan, ataupun pejabat yang berpakaian serba mahal dan mengendarai mobil mewah yang dibeli pakai uang rakyat. Bukan juga politisi yang sedang sibuk mencari pencitraan dimana-mana.
Sosok pahlawan tiga gadis cilik itu ternyata hanya lak-laki muda berkulit gelap yang sehari-hari bekerja sebagai supir bus Bimbar, jurusan Dapur 12 – Jodoh.
Marganya Sibarani, dilihat dari penampilannya, pria asal tapanuli ini mungkin jauh dari sosok pahlawan yang ada dibenak anak-anak sekarang yang hari-hari dijejali dengan kecanggihan teknologi.
Tapi siapa sangka, justru dengan kesederhanaan, keterbatasan dan keikhlasan yang dimilikinya, Sibarani justru memberikan contoh sifat pahlawan yang sebenarnya bagi tiga gadis cilik yang terabaikan oleh rekan-rekan seprofesinya saat menunggu angkutan umum dipinggir jalan di Batu Aji.
Kisahnya berawal saat tiga gadis cilik ini pulang sekolah. Mereka bertiga seperti biasanya harus menumpang angkutan umum untuk pulang kerumahnya masing-masing. Tapi siang tadi agak berbeda. Entah kenapa satu dari tiga gadis cilik ini tidak memiliki ongkos untuk naik angkot.
Usaha ketiga gadis pemberani ini untuk menyetop angkot tak kunjung dilirik oleh supir angkot yang melintas. Selama puluhan menit, mereka tetap bertahan melampaikan tangan kepada setiap angkot yang melintas, tapi tetap saja tidak ada yang mau menepi.
Disaat ketiga gadis cilik ini sedang gundah gulana menunggu angkot menepi, hujan deras ternyata turun menerjang kota Batam, termasuk tempat para srikandi cilik ini menunggu angkot. Tak ayal lagi, tubuh mungil tiga gadis ini basah kuyup. Entah karena senang atau bingung turun hujan, ketiga gadis ini tetap bertahan dan sekali-kali melampaikan tangan ke arah angkot yang melintas.
Sibarani, supir Bimbar yang sedang melintas dengan penumpang hanya 2 orang dari Batu Aji langsung memperlambat kecepatan mobilnya ketika melihat lambaian tangan tiga gadis cilik yang ada di sisi kiri jalan raya dengan kondisi badan sudah basah kuyup.
“Om kami bisa numpang om, satu orang nggak ada ongkos om,” ujar ketiga gadis itu kompak kepada supir bimbar itu.
“Kalian mau ke mana,” tanya sang sopir dengan logatnya tapanulinya yang kental.
“Kami mau pulang om, uang kami kurang om,” kata tiga gadis cilik itu lagi sambil harap-harap cemas.
“Ya udah, ayo naik,” kata Sibarani.
Dengan langkah pasti, kaki mungil tiga gadis cilik yang sudah kedinginan ini langsung menaiki bis bimbar yang disupiri Sibarani dengan wajah ceria. Dalam hati mereka, pasti ingin segera tiba dirumahnya masing-masing.
Kisah singkat dan sederhana yang dialami ketiga gadis cilik ini dengan supir angkot bermarga Sibarani, mungkin bisa menjadi inspirasi kepada masyarakat luas.
Apalagi menjelang hari ulang tahun kemerdekaan RI ke-70 yang akan dirayakan tanggal 17 Agustus mendatang, sosok seperti tiga gadis cilik dan supir angkot bermarga Sibarani ini patut disebut sebagai pahlawan-pahlawan Indonesia.
Tiga gadis cilik itu terus berjuang dengan situasi dan kondisi yang sangat terbatas. Sedangkan Sibarani, meskipun penumpang sedang sepi, ia berbaik hati dan rela memberikan tumpangan kepada tiga gadis kecil meskipun kekurangan ongkos.
Hal ini tentu saja sangat kontras dengan perilaku yang dipertontonkan para pejabat di negeri tercinta ini yang tanpa rasa malu menggarong uang rakyat untuk memperkaya diri dan kelompoknya saja.
Gerakan Revolusi Mental
Dirgahayu Republik Indonesia ke-70
(red/rudi)