LINGGA – Menanggapi kritikan dan sindiran yang disampaikan melalui media sosial maupun langsung kepada dirinya dan kepada pemerintahan saat ini, Wakil Bupati Lingga Neko Wesha Pawelloy mengatakan bahwa kedua hal tersebut dibutuhkan dalam menjalankan roda pemerintahan dan seperti vitamin dan suplemen dalam tubuh kita agar tetap sehat dan istiqomah.
“Alhamdulillah ketika ada yang menyindir atau mengkritik itu bagi saya sebagai vitamin dan suplemen dalam diri saya pribadi, artinya bersyukur kita masih ada yang mengingatkan,” ujarnya.
Dirinya mengaku saat ini hanya terfokus bagaimana bekerja maksimal selama menjabat sebagai Wakil Bupati dan mendampingi Bupati Lingga hingga selesai masa jabatan, yang tinggal beberapa tahun lagi.
Sosok politisi muda ini hanya berharap kepada masyarakat agar menyampaikan kritik atau sindiran kepada pemerintah atau kepada siapapun itu baik sesama masyarakat atau individu lain, agar disampaikan dengan bahasa yang santun sehingga tidak merugikan masyarakat itu sendiri karena saat ini moment-moment seperti itu sering dimanfaatkan oleh oknum-oknum untuk kejahatan dan berdampak kepada pidana.
“Kita tunjukan jatidiri kita sebagai orang melayu, yang santun berbudaya sehingge orang-orang diluar sana senang dengan kampung kita ini, dan itu tentu akan mendatangkan rezeki juga bagi masyarakat kita,” ujarnya.
Menurutnya jika terlalu sering memberikan kesan negatif kepada daerah, bukan hanya kepala daerah atau wakil kepala daerah saja yang mengalami kerugian, tapi hal itu bisa berdampak bagi seluruh masyarakat Kabupaten Lingga dan Kabupaten Lingga itu sendiri. Apalagi di era teknologi media sosial yang saat ini dapat diakses dengan mudah ke seluruh dunia.
“Coba kita bayangkan ada anak kita yang sekolah di luar negeri anak Lingga atau Dabo, kawan-kawannya update media sosial melihat kampungnya selalu diisukan negatif, tentu yang berdampak anak-anak itu juga, nah disinilah pentingnya kita menyampaikan dengan santun,” ujarnya.
Bahkan dirinya mengaku sudah pernah mewadahi masyarakat untuk memberikan kritik yang paling keras kepada dirinya, melalui pantun sebagai salah satu ciri khas orang melayu.
“Kemarin yang menang pantun itu, yang paling sakit-sakit bahasanya kita menangkan ada yang kalah itu karena objeknya kurang jelas orang yang menyampaikan dan busana yang digunakan itu saja, bukan karena kritiknya,” ujarnya sembari tersenyum./Ruslan