BATAM – Masyarakat kampung-kampung di Pulau Rempang, Galang dan Galang Baru melalui Kerabat Masyarakat Adat Tempatan (KERAMAT) mengungkapkan bahwa sejak tahun 1930-1980 sudah memiliki legalitas lahan di tempat mereka yakni Surat Keterangan Tanah (SKT) Desa Rempang Cate. Surat tersebut diterbitkan sebelum mereka bergabung di bawah pemerintah kota Batam yang mana saat itu Pulau Rempang Cate masih tergabung dalam daerah Administrasi Kecamatan Bintan Selatan.
“Jadi, terkait legalitas lahan yang kami miliki masyarakat Pulau Rempang Cate ini ada namanya SKT yang dikeluarkan sekitar tahun 1930-1980. Kemudian, kami juga ada surat Alas Hak yang dikeluarkan di sekitar tahun 1990-1998 oleh Kecamatan Galang,” ujar Gerisman Ahmad tokoh masyarakat setempat sekaligus ketua Kerabat Masyarakat Adat Tempatan (KERAMAT) kepada SwaraKepri di Pantai Melayu, Rempang, Batam, Sabtu 12 Agustus 2023.
Kata dia, pada tahun 2002 usai mereka bergabung ke daerah administrasi Kota Batam surat-surat atau legalitas lahan yang mereka punya tersebut tidak berlaku lagi sesuai surat edaran Wali Kota Batam pada tanggal 17 Januari 2002 yang ditandatangani oleh Sekda Kota Batam, Mambang Mit.
Adapun isi surat edaran Wali Kota Batam ini adalah terkait penertiban adminitrasi dan hukum pertanahan di kota Batam sebagai berikut:
1. Untuk sementara waktu tidak dibolehkan mengeluarkan Surat Keterangan atas tanah kepada siapapun baik Badan Hukum maupun perorangan.
2. Tidak dibenarkan mengetahui pelepasan hak atau ganti rugi atas sebidang tanah.
3. Agar saudara menginstruksikan hal ini kepada Lurah/Kepala Desa di wilayah saudara.
“Padahal, alasan kami bergabung ke kota Batam guna mempermudah administrasi kependudukan dan legalitas kami sebagai masyarakat Republik Indonesia. Kalau dulu masih di Kecamatan Bintan Selatan kami harus mengayun sampan sampai satu hari untuk ke sana, karena belum ada kapal yang menggunakan mesin. Justru, setelah keluar surat edaran tersebut kami merasa dipinggirkan oleh pemerintah yang mengajak kami bergabung,” jelasnya.
Berdasarkan hal tersebutlah, Gerisman Ahmad mengaku bahwa masyarakat Pulau Rempang, Galang tidak bisa mengurus legalitas lahan yang diwariskan leluhur mereka yang membuka lahan dan menetap sejak Kerajaan Melayu Islam Riau Lingga tahun 1834 lalu.
“Kami bukan tidak patuh dan taat akan hukum negara ini. Hanya saja, kami tidak diberi kesempatan untuk melakukan pengurusan legalitas. Apalagi kami ini sangat terbatas baik dari segi ilmu pengetahuan dan informasi,” ungkapnya.
Selanjutnya kata dia, pada bulan November tahun 2022 lalu Lurah memberitahukan kepada ketua LPM, RW, RT dan masyarakat setempat bahwa ada program TORA (Tanah Objek Reforma Agraria) yang mana masyarakat diminta untuk mengcopy surat-surat tanah kebun secepat mungkin untuk dikumpulkan di kantor pemerintahan kota Batam.
“Karena sangat gembira warga masyarakat sampai malam-malam mengumpulkan data tersebut agar mereka mendapat legalitas, kepastian hukum dari pemerintah. Kemudian sampai saat hari ini program itu hilang tanpa ada alasan. Padahal, besar harapan kami setelah mendapatkan kabar tersebut bahwa ada titik terang terkait legalitas kami sebagai masyarakat adat di sini dan hal ini juga telah kita sampaikan ke Presiden Jokowi, Kejaksaan Agung, namun juga belum mendapatkan kepastian,” jelasnya.
Tantri, aplikasi kasir (POS) dari PT Sasana Solusi Digital, meraih posisi Top 3 dalam kompetisi…
Meme coin semakin mencuri perhatian, terutama yang berbasis Bitcoin. Dengan pertumbuhan harga Bitcoin yang signifikan,…
Jakarta, 23 November 2024 – Targetkan literasi aset kripto dan pertumbuhan komunitas yang signifikan, Bittime, platform crypto…
Jakarta, 23 November 2024 – Lintasarta secara resmi meluncurkan inisiatif AI Merdeka. Gerakan ini memperkuat…
Banyak praktisi marketing yang bimbang mengenai strategi yang tepat untuk jenis bisnis B2B (business-to-business) di…
Jakarta, November 2024 – INKOP TKBM kembali bekerja sama dengan Port Academy untuk menyelenggarakan Diklat…
This website uses cookies.
View Comments