Praktek Outsourcing Versus Kesejahteraan – SWARAKEPRI.COM
OPINI

Praktek Outsourcing Versus Kesejahteraan

BATAM – www.swarakepri.com : Praktek outsourcing dan kesejahteraan pekerja/buruh mungkin terasa kontradiksi bagi sebagian orang, khususnya yang menolak praktek outsoursing, bagaimana mungkin praktek tersebut memberikan kesejahteraan terhadap pekerja/buruh yang dikontrak 3 – 6 bulan kerja, setelah itu pindah ke PT lainnya, dan begitu seterusnya dengan penghasilan UMK.

Tetapi ada juga sebagian masyarakat yang mendukung dan menginginkan praktek itu tetap ada, khususnya bagi pengusaha Labor Supply, ada juga pekerja/buruh yang setuju dengan praktek ini dengan mengambil perbandingan dengan praktek yang sama di Negara Eropa atau Amerika, bahkan ada juga Calon Walikota dalam pilkada mendukung praktek itu dengan mengatakan bahwa di Singapura bisa, kenapa di Batam tidak bisa. Ada juga yang berpendapat lebih hebat lagi, paling tidak perusahaan labor supply sudah membantu pemerintah mencarikan lapangan pekerjaan baru dan mengurangi pengangguran.

Saya sendiri tidak terlalu latah ikut dengan mereka yang mendukung, maka saya coba tanyakan ke beberapa pekerja/buruh yang kebetulan bertetangga dengan mereka, mengapa mereka lebih senang dengan sistem outsourcing tersebut, dan saya mendapatkan 3 kesimpulan yang utama:

1. Mereka pekerja/buruh dengan skills yang baik dan bersertifikasi sehingga dengan bekerja seperti itu membuat mereka lebih nyaman.

2. Mereka bekerja sesuai dengan kontrak dan mendapatkan upah yang sangat tinggi (seringkali dalam dollar) sehingga bekerja 3 – 6 bulan saja dapat digunakan untuk menyambung hidup 1 tahun kemudian (coba kita bandingkan dengan mereka yang di outsourcing dengan UMK).

3. Teman saya yang bekerja dengan sistem ini selama 10 tahun mengatakan bahwa sistem ini membuatnya bisa memiliki libur panjang ketika tidak ada kontrak sehingga bisa beraktifitas lainnya.

Dalam sebuah diskusi yang membahas hasil penelitian dari sebuah lembaga yang dihadiri oleh Perwakilan Serikat Pekerja, Pemerintah dan HRD Perusahaan hampir semua pendapat menggunakan referensi UU dan akhirnya memiliki persepsi sendiri-sendiri (multitafsir). Waktu itu saya juga diberikan kesempatan menyampaikan pendapat, maka saya coba menyampaikan dengan beberapa pertanyaan:

a. Bagaimana perasaan Bapak/Ibu bila saudaranya atau adiknya atau bahkan anaknya yang dipekerjakan dengan sistem seperti ini, dikontrak 3 – 6 bulan saja, di mana tidak ada jaminan keberlangsungan kerjanya apalagi kesejahteraannya?

b. UU dibuat untuk mengarahkan kebijakan-kebijakan agar mendukung kesejahteraan dan peningkatan harkat serta martabat manusia, apakah dengan sistem tersebut tercapai?

Maka kita harus melihat permasalahan ini dari sesuatu yang lebih tinggi (high level), yaitu nilai kemanusiaannya, bukan UU yang bisa saja ada kelemahan dalam pembuatan serta prakteknya, sampai akhir diskusi tidak ada yang protes dan berani menjawab pertanyaan saya ini, khususnya bagi mereka yang mendukung praktek tersebut.

Belum lagi dengan ekses-ekses lain dari sistem tersebut yang membuat hubungan industrial menjadi tidak harmonis, ribuan kasus ketenagakerjaan di Batam disebabkan oleh hal ini, secara psikologi loyalitas pekerja/buruh kurang dan berakibat pada rendahnya produktifitas serta kualitas produk, bahkan lebih ekstrem menimbulkan sistem yang mengarah pada perbudakan modern. Sudah waktunya pemerintah melakukan penertiban terhadap praktek-praktek yang jelas tidak mendukung proses terciptanya kesejahteraan bagi manusia Indonesia seutuhnya sebagaimana cita-cita kita berbangsa.

Beberapa temuan kasus dari praktek outsourcing di Kota batam yang selama ini terjadi, diantaranya:

– Pekerja/buruh outsourcing ditempatkan disemua lini perusahaan (bukan diproses utama saja).

– Kontrak kerja pendek yang terus menerus.

– Perusahaan penyedia jasa outsourcing memotong upah para pekerja/buruhnya.

– Pekerja/Buruh outsourcing jarang diikutsertakan dalam program JAMSOSTEK.

– Tidak adanya pembinaan bagi Pekerja/Buruh outsourcing.

– Pembayaran upah lembur tidak sesuai dengan KEPMEN 102 tahun 2004.

– Ada juga para Pekerja/Buruh outsourcing tidah mendapatkan tunjangan hari raya.

– Pengembangan keahlian yang terbatas.

– Dan lainnya yang sering merugikan Pekerja/Buruh.
Setelah 4 bulan Permen no. 19 thn 2012 diterbitkan oleh Kementerian Tenaga Kerja, namun sampai saat ini praktek tersebut masih tetap eksis, sepertinya permen tersebut dianggap angin lalu saja. Bila kita amati hal ini, ada beberapa konklusi sementara:

1. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Tenaga Kerja sudah merasa cukup dengan menerbitkan Permen tersebut, dan untuk follow up nya diserahkan saja ke Pemerintah Daerah.

2. Pemerintah daerah sibuk dengan alasan klasiknya, kurang SDM untuk Law Enforcement.

3. Pengusaha hitam selalu berkelit bahwa proses produksi di tempatnya sudah comply dan tidak melanggar.

4. Sedangkan para akademisi dan komponen masyarakat lainnya belum ada kepedulian.

Maka Serikat Pekerja atau Serikat Buruh lah yang harus bersatu menjadi lokomotif pemberantasan praktek yang tidak manusiawi ini dan telah melanggar aturan yang sudah dibuat, dan izinkanlah kami bersama Pekerja/Buruh Batam untuk berteriak dengan lantang, “We work, We Care and We fight for welfare”.

 Penulis : Suriadji, S.Si – Sekretaris KSPI – Kepri

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Independen dan Terpercaya

PT SWARA KEPRI MEDIA 2023

To Top