Sebelumnya ijinkan saya mengingat jejak sejarah kampung Sembulang yang tentunya mengalami perubahan dari masa kemasa menuju kehidupan yang lebih baik. Sembulang adalah kesatuan dari perkampungan kecil yang berada disepanjang pesisir pantai utara melekung ke timur dan lurus ke selatan, sedangkan sebelah barat di buktikan dengan patok kampung tua yang telah di sahkan oleh pemerintah.
Perkampungan kecil yang dimaksud terdiri dari Sembulang Hulu, Tanjung Gemuk, Air Lingseng, Sembulang Tanjung, Tanjung Siayat, Kubu Kere, Pasir Menurun, Air Gemuruh, Pasir Merah, Tanjung Combon, Camping, Goba, Tanjung Temiang, Sei Buluh, Sungai Buluh, Dapur Enam
dan Tanjung Banon.
Berikut kami jelaskan dahulu bagaimana terciptanya nama Sembulang berdasarkan sejarahnya.
Nama Sembulang berasal dari sebuah kejadian yang dahulunya terdapat banyaknya burung elang yang membuat sarang di sebuah tanjung, tepatnya di tanjung siayat, karena banyaknya burung tersebut menimbulkan bau yang menyengat di sekitaran
tempat tersebut.
Sehingga apabila kita melintasi daerah tersebut kita akan tercium bau burung elang. Nenek moyang kami dahulu menyebut bau itu adalah sumbu, sehingga bau elang itu adalah sumbu elang. Dan Sumbu Elang setelah mengalami proses alam dan peradaban menjadi Sembulang.
Telah di jelaskan diatas tadi bahwa Sembulang terdiri dari beberapa perkampungan kecil. Perkampungan perkampungan itu dibuka oleh nenek moyang terdahulu, salah satunya Muse.
Muse bersama kerabat dan keturunan diketahui membuka Sembulang Hulu, Tanjung Gemuk, Air Lingseng, Tanjung Siayat dan Kubu Kere. Untuk mengingat jasa beliau, masyarakat setempat dengan bangga menamai tribun sepak bola yang berada di Sembulang dengan nama Dataran Muhammad Muse.
Muse juga memiliki sejarah dalam kehidupan. Dimasa hidupnya beliau memiliki dua istri, beliau wafat dan dimakamkan di Sembulang Tanjung.
Berikut kami sampaikan silsilah keturunan Muse .
Seiring dengan dibukanya perkampungan yang di arahkan oleh Muse, disebelah selatan juga ada tokoh-tokoh terdahulu membuka perkampungan, salah satunya bernama Langking. Langking memiliki istri bernama Nipis. Nipis wafat tahun 1958 dan dimakamkan di Sembulang yakni di pemakaman umum Al Fajri kelurahan Sembulang.
Di masa hidupnya Langking dan Nipis memiliki keturunan.
Perjuangan Langking bersama anak keturunannya berhasil membuka perkampungan antara lain Tanjung Combon, Camping dan Goba serta mengarah perluasan ke Tanjung Temiang.
Perkampungan yang terletak di sepanjang pinggir pantai, tentu saja sangat strategis dan menarik minat para pedagang dan pendatang yang mencari kehidupan yang lebih baik dalam menjalani persaingan kehidupan. Dan ini dapat dibuktikan dengan keberadaan suku Tionghua, Bugis dan Buton.
Pingback: Warga Melayu Rempang-Galang Hadang Tim Terpadu di Tanjung Kertang – SWARAKEPRI.COM
Pingback: Serap Aspirasi, Kepala BP Batam Temui Masyarakat Pulau Rempang – SWARAKEPRI.COM
Pingback: Ini Alasan Warga Tak Hadiri Sosialisasi Investasi Pulau Rempang – SWARAKEPRI.COM
Pingback: Minta Perlindungan Hukum ke Jokowi, Warga Pulau Rempang Kedepankan Dialog – SWARAKEPRI.COM