Polisi mengawal terpidana korupsi Djoko Tjandra (tengah), setibanya di bandara Jakarta, pada 30 Juli 2020, setelah ditangkap di Malaysia dalam pelariannya yang menyebabkan beberapa jenderal polisi diberhentikan karena keterlibatannya. (Foto: AFP/Dasril Roszand)
Sejumlah pihak pernah mengusulkan penggunaan restorative justice dalam penanganan kasus korupsi. Tetapi pengamat menilai konsep itu tidak tepat digunakan untuk kasus tindak pidana korupsi.
Ketika menjalani uji kelayakan dan kepatutan di DPR, wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang baru saja dilantik, Johanis Tanak, pernah menggulirkan konsep restorative justice dalam penanganan kasus korupsi. Padahal pasal 4 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi menyatakan pengembalian kerugian negara tidak menghapus tindakan pidana yang dilakukan.
KPK sampai saat ini masih melakukan kajian tentang penerapan restorative justice pada tindak pidana korupsi.
Peneliti di Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rohman, mengatakan kepada VOA, Minggu (30/10), jika ide restorative justice itu serius dikaji oleh KPK, artinya lembaga antirasuah ini tidak memahami prioritas. Restorative justice, ujarnya, adalah satu proses penyelesaian di luar hukum dengan mengedepankan mediasi, mencapai titik perdamaian dengan mengutamakan kepentingan korban. Konsep ini tidak dapat diberlakukan pada tindak pidana korupsi.
“Karena tindak pidana korupsi itu korbannya masyarakat luas, sangat banyak. Tidak mungkin korban yang sangat banyak, masyarakat luas, tidak bisa diidentifikasi satu per satu, didamaikan dengan pelaku, dan kemudian kepentingan dari korban ini misalnya diganti oleh pelaku,” kata Zaenur.
Ia menekankan korban tindak pidana korupsi itu tidak bisa diwakili oleh aparat penegak hukum karena restorative justice itu bukan perdamaian antara aparat penegak hukum dengan pelaku, tapi pelaku dengan korban.
Secara legal, lanjutnya, pasal 4 UU Tindak Pidana Korupsi menegaskan pengembalian kerugian negara tidak menghilangkan penuntutannya. Artinya, penuntutan tetap dilanjutkan walau pelaku sudah mengakui perbuatannya dan mengembalikan hasil kejahatannya.
Kalaupun memaksakan mengubah Undang-undang Tindak Pidana Korupsi agar konsep restorative justice bisa diadopsi, Zaenur menilai proses itu tidak mudah karena membutuhkan kesepakatan antara pemerintah dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Selain itu, tidak ada urgensi untuk menerapkan konsep restorative justice dalam kasus-kasus korupsi.
Indonesia tengah menghadapi tekanan ekonomi yang kompleks dan multidimensi. Ketidakstabilan global yang dipicu oleh ketegangan…
PT Kereta Api Indonesia (Persero) terus berkomitmen untuk meningkatkan pelayanan dan kemudahan bagi para pelanggan,…
Jakarta, Kompas – Di tengah meningkatnya minat generasi muda untuk berkarier di dunia digital, masih…
Yogyakarta — KA Bandara area Yogyakarta mencatat ketepatan waktu keberangkatan (on-time performance/OTP) yang sangat tinggi…
Harga Bitcoin tercatat stabil pada level $84.447 pada Senin pagi (14/4), di tengah sentimen pasar…
Dalam era globalisasi dan perkembangan industri fashion yang semakin dinamis, kebutuhan akan desainer yang tidak…
This website uses cookies.