Categories: HUKUM

Dapatkah Konsep Restorative Justice Dipakai dalam Kasus Korupsi?

Sejumlah pihak pernah mengusulkan penggunaan restorative justice dalam penanganan kasus korupsi. Tetapi pengamat menilai konsep itu tidak tepat digunakan untuk kasus tindak pidana korupsi.

Ketika menjalani uji kelayakan dan kepatutan di DPR, wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang baru saja dilantik, Johanis Tanak, pernah menggulirkan konsep restorative justice dalam penanganan kasus korupsi. Padahal pasal 4 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi menyatakan pengembalian kerugian negara tidak menghapus tindakan pidana yang dilakukan.

KPK sampai saat ini masih melakukan kajian tentang penerapan restorative justice pada tindak pidana korupsi.

Peneliti di Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rohman, mengatakan kepada VOA, Minggu (30/10), jika ide restorative justice itu serius dikaji oleh KPK, artinya lembaga antirasuah ini tidak memahami prioritas. Restorative justice, ujarnya, adalah satu proses penyelesaian di luar hukum dengan mengedepankan mediasi, mencapai titik perdamaian dengan mengutamakan kepentingan korban. Konsep ini tidak dapat diberlakukan pada tindak pidana korupsi.

“Karena tindak pidana korupsi itu korbannya masyarakat luas, sangat banyak. Tidak mungkin korban yang sangat banyak, masyarakat luas, tidak bisa diidentifikasi satu per satu, didamaikan dengan pelaku, dan kemudian kepentingan dari korban ini misalnya diganti oleh pelaku,” kata Zaenur.

Ia menekankan korban tindak pidana korupsi itu tidak bisa diwakili oleh aparat penegak hukum karena restorative justice itu bukan perdamaian antara aparat penegak hukum dengan pelaku, tapi pelaku dengan korban.

Secara legal, lanjutnya, pasal 4 UU Tindak Pidana Korupsi menegaskan pengembalian kerugian negara tidak menghilangkan penuntutannya. Artinya, penuntutan tetap dilanjutkan walau pelaku sudah mengakui perbuatannya dan mengembalikan hasil kejahatannya.

Kalaupun memaksakan mengubah Undang-undang Tindak Pidana Korupsi agar konsep restorative justice bisa diadopsi, Zaenur menilai proses itu tidak mudah karena membutuhkan kesepakatan antara pemerintah dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Selain itu, tidak ada urgensi untuk menerapkan konsep restorative justice dalam kasus-kasus korupsi.

Page: 1 2 3

Redaksi - SWARAKEPRI

Recent Posts

Halo Robotics Sukses Gelar Drone Talks @ The Mulia, Dorong Inovasi Keamanan dengan Otomasi & AI

Halo Robotics dengan bangga mengumumkan kesuksesan acara Drone Talks @ The Mulia yang diselenggarakan pada…

4 jam ago

Jelang Keputusan The Fed: Bitcoin Melonjak Hampir USD $60.000 Lagi

Harga Bitcoin kembali mengalami koreksi dan turun di bawah USD $60 ribu, menjelang keputusan suku bunga…

5 jam ago

BARDI Smart Home: Dari Garasi ke 4 Juta Pengguna – Apa Rahasianya?

Ketika banyak perusahaan lokal berjuang untuk bertahan hidup di tengah krisis pandemi, BARDI Smart Home…

6 jam ago

Elnusa Petrofin Kembali Gelar Program CSR ASIAP untuk Kurangi Sampah Laut di Desa Serangan, Bali

BALI - Permasalahan lingkungan akibat sampah plastik masih menjadi tantangan serius bagi kelestarian ekosistem laut…

13 jam ago

Uji Kompetensi Bahasa Inggris, 32 Tim Peserta Ikuti Yos Sudarso Debating Championship 2024

BATAM - Yos Sudarso Debating Championship 2024 mulai digelar hari ini, Sabtu (21/09/2024). Kepala Sekolah…

13 jam ago

Gugatan HNSI Batam terhadap Kapal MT Arman 114 Diputus N.O

BATAM – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Batam menjatuhkan putusan Niet Ontvankelijke Verklraad(N.O) atas gugatan Perbuatan…

13 jam ago

This website uses cookies.