BATAM – Aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh Aliansi Mahasiswa Batam terkait situasi dan kondisi demokrasi Indonesia yang tengah berpolemik, menjadi sebuah ironi melihat masa aksi yang awalnya direncanakan datang berorasi mencapai ratusan orang, sekonyong-konyong tersisa belasan orang saja yang menyampaikan aspirasinya di kantor DPRD Kota Batam, Senin 1 September 2025.
Aksi yang awalnya sebagai bentuk tanggungjawab moral para intelektual muda yang diinisiasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Batam, Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesi (BEM SI) dan Gabungan beberapa kampus di Kota Batam secara tidak langsung gembos perlahan usai masa aksi menarik diri untuk ikut unjuk rasa dan memilih mengikuti doa bersama di Alun-alun Engku Putri usai berdialog dengan aparat Kepolisian, Minggu 31 Agustus 2025.
Putusan itu bukan tanpa sebab, Kepolisian meminta Mahasiswa untuk terlibat aktif dalam menjaga ketertiban dan kondusifitas kota Batam yang dinilai sebagai daerah strategis bagi investor baik lokal maupun mancanegara. Tak ayal, Polisi menilai pilihan itu sebagai bentuk kedewasaan sikap para intelek muda menyikapi polemik agar terhindar dari aksi anarkis yang dilakukan oleh orang tak bertanggungjawab dibeberapa wilayah Indonesia lainnya kurun waktu belakangan.
Mengenai pandangan ini, tentu saja publik Batam tak menyangkal bahkan sangat setuju, tidak ada pembenaran apapun untuk sebuah tindak kriminal. Terlebih, mengakibatkan dampak sosial dan kerugian yang besar.
Namun, yang menjadi tanda tanya adalah: Apakah benar alasan menjaga ketertiban dan kondusifitas dari tindak anarki menjadi sebuah kemutlakan hingga para intelek muda itu memutuskan menarik diri dari menyampaikan pendapat di muka umum? Atau ini sebuah bentuk pembungkaman secara halus yang menyebabkan perpecahan di internal koordinator aksi?
Muryadi Agus Priawan, dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Kerakyatan Wilayah Sumbagut kepada wartawan menyampaikan kekecewaannya atas sikap rekan-rekan seperjuangannya itu. Aksi yang harusnya berjalan sesuai rancangan tiba-tiba berubah haluan. Ia tentu menyayangkan sikap koleganya yang meninggalkan komitmen di tengah jalan.
Ia menyebut, aksi hari ini berbeda dengan pertemuan yang dilakukan Mahasiswa dengan Kepolisian pada hari Minggu kemarin. “Gerakan ini awalnya teroorganisir. Tapi, di tengah jalan koordinator aksi ditinggalkan begitu saja,” ujarnya.
Awalnya, ada enam organisasi yang menyatakan sikap menggelar aksi dan telah bersurat ke aparat penegak hukum. Tapi, menjelang Hari-H tersisa dua organisasi yang hadir. Mengenai rekan-rekannya yang menarik diri, kata dia, hal itu sebagai upaya pemecah belah pergerakan. Baik dari instrumen aparat penegak hukum, sampai campur tangan para senior yang menyebabkan aksi tidak berjalan dengan maksimal.
Di sisi lain, ia menilai sikap rekan-rekannya yang menarik diri dari aksi ini juga sebagai sebuah sikap “bermain aman” di pergerakan. “Dalam artian, kawan-kawan yang di Polres kemarin berharap mampu mengendalikan bahwa hari ini tidak ada aksi,” ungkapnya.
Justru, dengan sikap rekan-rekannya tersebut pihaknya mengkounter. “Tanpa ada masa yang banyak dengan resiko yang cukup tinggi — kami siap turun dengan berbagai intimidasi sampai hari ini tetap kita terima,” tegasnya.
BATAM - Jemaat dan Pelayan Gereja HKBP Aek Nauli, Ressort Aek Nauli Bida Ayu, Distrik…
Di sosial media seperti Instagram & TikTok, sering kita jumpai akun dengan followers sangat banyak,…
Jakarta, 17 September 2025 – Di tengah persaingan bisnis yang semakin ketat, perusahaan tidak lagi cukup…
Jakarta, 16 September 2025 – Touring dengan sepeda motor semakin digemari, terutama di kalangan generasi…
Palembang, 1 September 2025 – Dunia pendidikan terus menghadapi tantangan baru di era digital. Transformasi…
Siapa bilang cuan besar dari properti hanya bisa didapatkan agen profesional? Kini, semua orang punya…
This website uses cookies.