Categories: HeadlinesOPINI

Kumpulan “Kritik” Empat Pilar Kebangsaan MPR

BATAM – www.swarakepri.com : Program empat pilar kebangsaan MPR bukan saja hanya menghambur-hamburkan uang negara. Sosialisasi besar-besaran program ini telah menelan anggaran ratusan miliar rupiah.

Perinciannya adalah, dialog 4 pilar kehidupan berbangsa dan bernegara Rp 53.966.242.000, pagelaran seni budaya 4 pilar kehidupan berbangsa dan bernegara Rp 9.200.245.000, pembuatan komik sosialisasi 4 pilar kehidupan berbangsa dan bernegara Rp 888.640.000, pembuatan film animasi 3D sosialisasi 4 pilar kehidupan berbangsa dan bernegara Rp 527.120.000, sosialisasi oleh anggota MPR RI di daerah pemilihan Rp 228.114.800.000, training of trainer 4 pilar kehidupan berbangsa dan bernegara Rp 19.594.492.000, lomba 4 pilar kehidupan berbangsa dan bernegara Rp 2.176.350.000, dan biaya untuk Focus Group on Discussion (FGD) Rp 4.280.077.000.

Kegiatan sosialisasi dilakukan oleh seluruh anggota MPR dengan sasaran penyelenggara negara dan kelompok masyarakat di seluruh wilayah Indonesia. Selain dilaksanakan oleh seluruh anggota MPR, dalam mengorganisasi pelaksanaan sosialisasi, Pimpinan MPR juga membentuk Tim Kerja Sosialisasi yang anggotanya berjumlah 35 orang, terdiri atas unsur Fraksi-fraksi dan Kelompok Anggota DPD di MPR yang ditugasi untuk menyusun materi dan metodologi, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan kegiatan sosialisasi, serta melaksanakan sosialisasi.

Total yang telah dihabiskan untuk rangkaian program sosialisasi empat pilar kebangsaan tersebut adalah 318 M. Hasilnya adalah aneka kritik. Bahkan oleh saudara ipar Ketua MPR, Taufik Kemas sendiri yaitu Rachmawati Sukarno Putri. Ia menilai, program tersebut rentan menimbulkan persoalan politik, hukum, sosial, dan rawan penyimpangan penggunaan APBN.

Penggunaan kosakata Empat Pilar adalah keliru dan mengaburkan makna dan pengertian Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI. Bung Karno sendiri menyebut Pancasila sebagai philosofische grondslag atau fundamen, bukan pilar. Karenanya, Rachmawati mendesak Taufik menghentikan sosialisasi program 4 pilar yang dikaitkan dengan Pancasila, UUD 45, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI tersebut. Terlebih, dia menilai program tersebut belum ditetapkan dalam TAP MPR, belum diputuskan dalam keputusan regulasi MPR.

Demikian pula halnya dengan Muhaimin Iskandar. Ketua Umum PKB itu menilai konsep 4 pilar kebangsaan yang digagas oleh MPR perlu diralat. Menurutnya, Pancasila sebagai dasar negara tidak dapat disamakan sebagai pilar. Doktrin 4 pilar telah salah. Karena Pancasila bukan pilar tetapi dasar.

Menurut Muhaimin, jika doktrin 4 pilar tersebut dilanjutkan, nilai Pancasila dikhawatirkan akan turun. Sebab dasar ketiga pilar yang lain juga Pancasila. Pancasila itu satu-satunya dasar. NKRI, UUD 45 dan Bhinneka Tunggal Ika itu dasarnya Pancasila.

Penyebutan ‘Empat Pilar’ memang sudah keliru. Istilah yang lebih tepat seharusnya adalah “Empat Konsensus Falsafah Negara” yang tidak boleh saling dipisahkan, yaitu Pancasila (nilai-nilai dasar kebangsaan), UUD 1945 (rambu-rambu dalam berkonstitusi), NKRI (ruang kedaulatan dari Sabang sampai Merauke), dan Bhinneka Tunggal Ika (Kesatuan dalam keberagaman).

Penggunaan istilah 4 Pilar bisa berakibat pada salah pemahaman. Kalau Orde Lama keliru dalam menafsirkan nilai-nilai kebangsaan (contoh: mencampur-adukan antara kaum beragama yang bertuhan dengan kelompok Komunis yang anti Tuhan dengan doktrin NASAKOM). Kemudian Orde Baru keliru dengan menjadikan 4 falsafah bangsa terebut sebagai doktrin yang melampaui spirit dari sumber-sumber nilainya sendiri. Misalnya memberi ruang kebebasan menyampaikan pendapat dalam semangat NKRI (contoh: pemberlakuan UU subversive, merubah nilai-nilai Pancasila sebagai dogma yang bahkan telah mengalahkan nilai-nilai agama yang diakui oleh bangsa, yang justru sebagai ibu kandung yang telah melahirkannya Pancasila).

Pada era Reformasi ini, hendaklah jangan lagi membuat anomali baru dengan istilah-istilah kurang tepat. Istilah “4 Pilar” menjadi sebuah doktrin baru yang sesungguhnya tidak perlu. Perlahan-lahan “4 Pilar” itu akan mengkooptasi Pancasila dengan memasukkan Pancasila ke dalam dirinya. Akibatnya, anak-anak sekolah hanya akan hafal “4 Pilar” secara mendetail, sementara Pancasila hanya menjadi salah satu pilar saja di antara “4 Pilar”. Jadi secara psikologis doktrin “4 Pilar” itu sangat berbahaya bagi kelestarian Pancasila.

Penulis : Ricki Indrakari(Anggota Komisi IV DPRD Batam)

Redaksi - SWARAKEPRI

Recent Posts

BINUS @Bekasi Bukan Sekadar Kampus, Tapi Solusi Masa Depan SDM Indonesia

Indonesia tengah menghadapi tekanan ekonomi yang kompleks dan multidimensi. Ketidakstabilan global yang dipicu oleh ketegangan…

1 hari ago

Solo Terintegrasi, Stasiun dan Terminal Terhubung, Efisienkan Perjalanan Masyarakat Pada Saat Lebaran

PT Kereta Api Indonesia (Persero) terus berkomitmen untuk meningkatkan pelayanan dan kemudahan bagi para pelanggan,…

2 hari ago

MAXY Academy Buka Sesi Konsultasi Gratis untuk Bantu Anak Muda Temukan Jalur Karier Digital

Jakarta, Kompas – Di tengah meningkatnya minat generasi muda untuk berkarier di dunia digital, masih…

2 hari ago

KA Bandara di Yogyakarta Catat Ketepatan Waktu 99,8% Selama Masa Angkutan Lebaran 2025

Yogyakarta — KA Bandara area Yogyakarta mencatat ketepatan waktu keberangkatan (on-time performance/OTP) yang sangat tinggi…

2 hari ago

Bitcoin Stabil di $84.000, Sentimen Pasar Masih Dibatasi Kekhawatiran Perang Dagang

Harga Bitcoin tercatat stabil pada level $84.447 pada Senin pagi (14/4), di tengah sentimen pasar…

3 hari ago

Mahasiswa Fashion Program BINUS UNIVERSITY Lakukan Immersion Trip ke Pekalongan: Mendalami Budaya, Menghidupkan Warisan dalam Karya

Dalam era globalisasi dan perkembangan industri fashion yang semakin dinamis, kebutuhan akan desainer yang tidak…

3 hari ago

This website uses cookies.