Ia menilai bahwa barang bukti dalam perkara pidana, seperti kapal dan muatannya, bukanlah objek sengketa perdata. Ia menyebut, dalam konteks hukum, barang sitaan adalah alat bukti kejahatan.
“Kalau misalnya harta saya disita dalam perkara pidana korupsi, saya tidak akan menggugat secara perdata. Saya akan buktikan lewat jalur pidana bahwa saya pihak yang beritikad baik,” tuturnya.
Lebih jauh, Pohan menduga bahwa dugaan pencemaran laut oleh kapal MT Arman 114 bukan tindakan individu semata, melainkan bagian dari operasi korporasi. Hal ini merujuk pada tanggung jawab pidana korporasi sebagaimana diatur dalam Pasal 98 dan 99 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Muatan minyak mentah itu bukan milik perorangan. Kalau Ocean Mark Shipping diakui sebagai pemilik sah, maka mereka juga bisa dimintai pertanggungjawaban atas dugaan pencemaran,” ujarnya.
Pohan juga menanggapi kekhawatiran publik terkait integritas hakim dalam perkara ini. Ia menegaskan bahwa hakim bukan sosok yang kebal kritik.
“Jika ada dugaan bahwa putusan dipengaruhi kepentingan eksternal, itu harus dilaporkan ke Komisi Yudisial atau Mahkamah Agung,” kata Pohan.
Menurutnya, sistem pengawasan terhadap hakim sangat penting demi menjaga marwah lembaga peradilan dan mempertahankan kepercayaan publik. Pohan mendorong aparat penegak hukum untuk tidak bersikap pasif dalam menangani kasus yang menyangkut kepentingan publik luas.
“Penyidik punya wewenang untuk bertindak tanpa harus menunggu laporan. Jika ada dugaan pelanggaran hukum, proses penyelidikan seharusnya sudah dimulai,” tutupnya.
Sementara itu Kejaksaan sebagai pihak tergugat telah mengajukan Upaya hukum banding terhadap putusan Pengadilan Negeri Batam tersebut pada hari Rabu tanggal 04 Juni 2025.
Kepala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau(Kajati Kepri), Teguh Subroto menilai putusan Pengadilan Negeri Batam yang telah mengabulkan gugatan perdata Ocean Mark Shipping Inc (OMS) tersebut merupakan preseden buruk atas penegakan hukum dan keadilan.
Hakim telah keliru, khilaf dan melakukan kesalahan dalam menerapkan suatu hukum sehingga telah membuat putusan yang mencederai rasa keadilan tersebut.
“Hakim telah keliru, khilaf dan salah dalam menerapkan suatu hukum, sehingga kami telah menyatakan upaya hukum banding atas putusan tersebut pada tanggal 04 Juni 2025, kami yakin hukum dan keadilan akan menjadi panglima dan putusan pengadilan tinggi akan mengoreksi putusan Pengadilan Negeri Batam tersebut” tegasnya./RD
Page: 1 2
Halo Sobat #SadarRisiko! Jelang akhir bulan, seringkali kita merasa cemas karena gajian masih seminggu lagi,…
Skutik anyar Yamaha yang baru saja diluncurkan untuk memenuhi segala kebutuhan mobilitas masyarakat Indonesia yang…
PT Krakatau Steel (Persero) Tbk menegaskan perannya sebagai motor utama dalam mewujudkan swasembada baja nasional.…
Videfly, penyedia solusi visual marketing terkemuka, hari ini merilis wawasan mendalam mengenai strategi visual paling…
Industry Visit INDIGO 2025 menunjukkan bahwa SATU University terus berupaya menghadirkan pengalaman belajar yang kontekstual…
Moda transportasi kereta api semakin menunjukkan perannya sebagai tulang punggung logistik nasional yang andal. Dalam…
This website uses cookies.
View Comments