Ia kemudian mencoba mengkalkulasikan tarif cukai dan pajak rokok yang bisa didapatkan dari rokok H&D ilegal beredar di Batam dengan asumsi rokok ini dalam satu hari di produksi sebanyak 10 ribu batang per hari kemudian di kenakan cukai sebesar 125 persen per batang maka dalam satu hari tarif cukai yang bisa dipungut dari produksi rokok H&D ini sebanyak Rp. 1.250.000 dengan asumsi harga rokok per batang Rp. 500.
Sementara untuk pajak rokok yang dapat dipungut dari rokok H&D ini adalah 10 persen dari nilai cukai rokok tersebut maka didapatkan sebanyak Rp. 125.000 per hari pajak rokok yang bisa dipungut dan pajak ini langsung bisa ditarik langsung ke kas daerah sebagai pendapatan asli daerah.
“Ini hitung-hitungan kasarnya saja bila kita asumsikan dengan nilai cukai dan pajak yang sama kemudian jumlah produksinya lebih besar lagi mungkin satu hari itu mencapai 100 ribu batang rokok H&D diproduksi maka tarif cukai yang bisa dipungut satu harinya itu ada sebanyak Rp. 12.500.000 dan pajak rokoknya ada sebanyak Rp. 125.000 per hari,” jelasnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh pengamat sosial dan kebijakan politik, Solihul Abidin yang menilai Walikota Batam seolah menutup mata soal maraknya peredaran rokok ilegal ini.
“Kalau memang mau menata Walikota harus membuat kebijakan terkait peredaran rokok ilegal kalau memang tidak ada tindakan berarti ada kesengajaan tidak mau menata peredaran rokok ilegal ini,” ujarnya.
Menurutnya, sudah waktunya Batam mempunyai Peraturan Daerah (Perda) tentang pajak rokok guna menambah atau meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Batam.
Hal ini tak lepas dari minimnya Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau (DBHCT) yang didapatkan pemerintah kota Batam pada tahun 2021 lalu sebesar Rp. 79 juta.
“Dengan nilai Rp. 79 juta tersebut tentu sangat minim sekali sementara IHT di kota Batam sedang menggeliatnya dengan total ada 10 pabrik yang beroperasi aktif di sini,” ungkapnya.
Menurutnya, jika dibandingkan dengan DBHCT ditingkat kota/kabupaten di Indonesia lainnya contohnya saja di kabupaten Bandung untuk DBHCT tahun 2022 Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memberikan Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp. 13,1 Miliar di mana dana tersebut lebih ditekankan untuk penegakan hukum rokok ilegal.
“Dana sebesar itu juga tak lepas dari peran pemerintah daerah Jawa Barat yang mengeluarkan sebuah payung hukum yakni Perda No 13 tentang pajak daerah, untuk jenis pungutan pajak rokok seharusnya Batam atau Kepri bisa mencontoh hal tersebut,” tegasnya.
Untuk itu, Solihul mendorong kepada pemerintah daerah (Eksekutif) atau legislator (DPRD) di Batam atau Kepri untuk lebih pro aktif lagi mengkaji atau merancang hal tersebut untuk diterapkan di Batam.
“Sebagai pengamat kami hanya bisa mendorong kepada pemerintah daerah atau legislator untuk lebih memperhatikan lagi adanya potensi-potensi meningkatkan PAD Batam karena hanya mereka yang memiliki kewenangan tersebut,” ungkapnya.
Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) mencatatkan kenaikan tipis sebesar 14 sen, atau 0,2%,…
Musik telah menjadi bagian penting dari kehidupan sehari-hari, dan dengan kemajuan teknologi, mendengarkan musik semakin…
BATAM - Kepala Badan Pengusahaan Batam (BP Batam), Muhammad Rudi menerima sekaligus mendengarkan paparan Laporan…
Jakarta, 19 November 2024 - Berdasarkan data dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), pertumbuhan transaksi…
Indonesia Blockchain Week (IBW) 2024 sukses diselenggarakan pada 19 November 2024 di The Ritz-Carlton Pacific…
Jakarta, 20 November 2024 - BINUS UNIVERSITY, sebagai Perguruan Tinggi Indonesia berkelas dunia mengucapkan terima…
This website uses cookies.
View Comments