Sementara itu, perwakilan dari belasan petani kebun Tembesi tersebut, Santoso mengatakan, harapan dari pihaknya tentu agar Mushola ini agar segera dapat diselesaikan pembangunannya dan bisa digunakan oleh masyarakat setempat untuk beribadah.
Santoso juga menjelaskan kronologis awal sebelum pihaknya membangun Mushola ini yaitu dari kesepakatan antara pihaknya selaku penyewa lahan kepada adik dari pemilik lahan yang berinisial AS diperbolehkan membangun rumah ibadah di area tersebut, namun setelah mereka membeli material untuk pembangunan tiba-tiba dari pemilik lahan yang berinisial AY tidak memperbolehkan pembangunan Mushola tersebut.
“Jadi alasan dari pemilik lahan tidak boleh membangun Mushola tersebut yakni tidak boleh mendirikan bangunan, dan setelah dikasih tahu tidak boleh mendirikan bangunan tersebut kami tiba-tiba diberi surat pemberitahuan untuk segera mengosongkan lahan ini oleh pemilik lahan,” ujarnya.
Lanjut kata dia, dalam surat pemberitahuan tersebut dituliskan bahwa masa sewa akan jatuh tempo pada tanggal 31 Desember 2022 dan dalam surat pemberitahuan tersebut juga dituliskan alasan lahan tersebut tidak disewakan lagi kepada dirinya karena lahan yang disewa akan dikelola oleh pemilik lahan.
“Saya diberi waktu 60 hari untuk perpanjangan masa sewa untuk menghabiskan sisa panen dan mengosongkan lahan tersebut dalam kurun waktu yang telah ditentukan,” ungkapnya.
Dalam surat pemberitahuan yang diperlihatkan oleh Santoso kepada SwaraKepri tersebut juga dituliskan bahwa pada masa perpanjangan masa sewa ada kewajiban yang harus dipenuhi oleh saudara Santoso yakni:
1. Tidak diizinkan menanam tanaman baru berlaku selama masa perpanjangan sewa.
2. Saudara Santoso wajib membayar tagihan listrik selama masa perpanjangan sewa.
3. Tidak diizinkan membangun bangunan baru.
Masa perpanjangan sewa jatuh tempo pada tanggal 1 maret 2023 dan lahan sewa akan dikelola kembali oleh pemilik lahan.
Ketika ditanyakan berapa uang sewa yang dibayarkan oleh Susanto kepada pemilik lahan Ayong/Suwandi ini dirinya menyebutkan bahwa sekitar Rp5 juta per tahun.
Ia berharap agar bisa tetap mengelola lahan tersebut dan jika tidak ada titik temu dalam penyelesaian masalah tersebut dirinya meminta ganti rugi kepada pemilik lahan karena sebelum lahan yang dikelolanya menjadi kebun dirinya sendiri yang melakukan tebas hutan dan modal yang telah dikeluarkan dirinya juga sudah banyak.
“Dia orang (pemilik lahan) sudah enak, kita yang bikin kebun datang-datang sudah meminta sewa saja, sementara semuanya kan kita yang bikin sendiri jadi harus ada ganti rugi lah untuk hal tersebut,” harapnya.
Saat berita ini diunggah, tim redaksi SwaraKepri masih berupaya melakukan konfirmasi ke pihak pemilik lahan./Shafix
Page: 1 2
Indonesia Blockchain Week (IBW) 2024 sukses diselenggarakan pada 19 November 2024 di The Ritz-Carlton Pacific…
Jakarta, 20 November 2024 - BINUS UNIVERSITY, sebagai Perguruan Tinggi Indonesia berkelas dunia mengucapkan terima…
BATAM - Kepala BP Batam sekaligus Wali Kota Batam, H. Muhammad Rudi mengajak seluruh elemen…
Dogecoin (DOGE), koin meme paling populer, saat ini diperdagangkan di bawah $1. Namun, sejumlah analis…
SIP trunk adalah sebuah inovasi dan solusi bagi bisnis yang membutuhkan peneleponan dengan frekuensi yang…
Saat menstruasi, tidur malam yang nyenyak sering kali terganggu karena kekhawatiran akan bocor atau rasa…
This website uses cookies.