Categories: NASIONAL

Tim ITB Susun Rekonstruksi Banjir Bandang Garut

BANDUNG – Untuk mengantisipasi terulangnya bencana, Tim dosen, mahasiswa, serta ikatan alumni Teknik Geodesi Institut Teknologi Bandung menyusun rekonstruksi kejadian banjir bandang di Kabupaten Garut, Senin (20/9/2016) lalu.

Sejauh ini tercatat ada sembilan faktor temuan tim yang terkait bencana banjir, mulai dari alih fungsi lahan, curah hujan, daya tampung sungai, serta fungsi bendung Copong.

Rekonstruksi kejadian banjir bandang Garut dirintis dengan survei dan pengumpulan data pada 27 September hingga 2 Oktober 2016. Penelitian mandiri itu dimotori oleh enam orang dosen, alumni, dan melibatkan sekitar 30 orang mahasiswa.

“Minggu depan masih dilanjutkan survei dengan pesawat UAV (Unmanned Aerial Vehicle) dan batimetri untuk mengukur kedalaman sungai,” ujar anggota tim, Heri Andreas seperti dikutip Tempo di ITB, Senin, (10/10/2016).

Tujuan rekonstruksi kejadian itu untuk mengetahui proses banjir bandang yang terjadi serta untuk rencana mitigasi bencana akibat luapan Sungai Cimanuk. Berdasarkan riwayatnya, banjir bandang serupa pernah terjadi pada 1900 dan 1921.

Dari peta genangan 2016 hasil survei tim ITB, ditemukan daerah-daerah meander atau daratan hasil sedimentasi yang menjorok ke sungai terutama di sisi barat.

Lokasi penelitian pada tahap awal itu yakni daerah aliran Sungai Cimanuk sepanjang 12 kilometer yang berada di daerah padat penduduk di sekitar Kota Garut. “Survei lapangan mengukur genangan banjir sampai mana saja dengan ketinggian berapa,” kata dia.

Semua data yang dikumpulkan nantinya akan diolah menjadi model atau simulasi kejadian bencana banjir bandang Sungai Cimanuk.

Dari sembilan faktor itu, kata Andreas, faktor yang menonjol adalah curah hujan dengan durasi 3-4 jam pada hari kejadian. Dari data BMKG yang diperoleh Tempo, ada 12 pos pencatat hujan BMKG di Garut yang melaporkan curah hujan pada 20 September 2016 terhitung ringan sampai ekstrim. Selama 24 jam, kisarannya antara 9-225 milimeter.

Hujan ekstrim yang berskala 150 milimeter lebih per hari tercatat di pos perkebunan Papandayan, dan hujan teringan di Talagasari, Kadungora. “Berdasarkan prakiraan hujan bulanan di Jawa Barat, September umumnya berintensitas di atas normal,” kata prakirawan BMKG Bandung Susiyani saat ditemui Tempo di kantornya, Selasa, 27 September 2016.

Menurut Andreas, curah hujan yang tinggi berhubungan dengan aliran air yang masuk ke sungai, material erosi penghasil endapan di dasar sungai, maupun kemiringan lereng sungai dari gunung sekitar Cimanuk seperti Papandayan di daerah hulu.

Selain itu terkait kapasitas sungai, daya serap lahan terhadap air, keberadaan permukiman di bantaran sungai, sampai fungsi bendung Copong di utara Kota Garut.

TEMPO

Roni Rumahorbo

Recent Posts

KAI Logistik Raih Penghargaan “Excellence in Integrated Rail-Based Logistics Solutions” di Bisnis Indonesia Logistics Awards (BILA) 2025

PT Kereta Api Logistik (KAI Logistik), anak perusahaan PT Kereta Api Indonesia (Persero), kembali meraih…

5 jam ago

Adukan Soal Dugaan Pemalsuan SK, Kadin Batam Serahkan Bukti ke Polisi

BATAM - Pengurus Kamar Dagang dan Industri(Kadin) Kota Batam menyerahkan berkas berisi bukti-bukti ke pihak…

5 jam ago

Langkah Kecil Anak Muda Menuju Finansial Aman di Masa Depan

Di tengah derasnya arus gaya hidup digital dan tren konsumtif, banyak anak muda kini mulai…

6 jam ago

KAI Divre III Palembang Salurkan CSR TW III, Fokus Pengembangan Prasarana Umum dan Pendidikan

Dalam rangka wujud nyata kepedulian sosial terhadap masyarakat di sekitar wilayah operasionalnya, PT Kereta Api…

6 jam ago

BRI Region 6/Jakarta 1 Gelar Upacara Peringatan Hari Pahlawan 2025

Dalam rangka memperingati Hari Pahlawan Tahun 2025, BRI Region 6/Jakarta 1 melaksanakan upacara bendera yang…

6 jam ago

Kinerja Metland Solid, Metland Cikarang dan Metland Cibitung Menjadi Andalan

PT Metropolitan Land Tbk (Metland) mencatat Marketing sales hingga September 2025 tercatat sebesar Rp1,345 triliun…

6 jam ago

This website uses cookies.