TAK terasa sebuah organisasi yang kami beri nama Ikatan Wartawan Online atau IWO berusia 11 tahun pada tanggal 8 Agustus 2023. Berbagai suka, duka kami dirikan, kami rawat dan kami besarkan nama IWO saat itu hingga kini.
Awal mula, memilih nama IWO itu sekitar bulan Mei tahun 2012. Saat itu, saya kerap bertemu dan sering berdiskusi dengan sahabat sekaligus senior saya Iskandar Sitorus yang selama ini kami kenal sebagai orang yang gemar berorganisasi.
Orangnya memang periang, banyak bicara serta tegas. Persis, wataknya seperti Bima dalam cerita pewayangan dalam tradisi Jawa. Malam itu, kami berdiskusi di sebuah pelataran sebuah Mall di Jakarta Timur dimana ia kerap nongkrong.
Panjang lebar kami bercerita dan bercengkrama hingga akhirnya ia tercetus ingin mendirikan sebuah organisasi yang dimiliki oleh pemilik media serta wartawan.
BERDUA MERANCANG IWO
Panjang pikiran dia jauh menerawang ke depan akan pesatnya teknologi saat itu. Dia berkata, sepuluh tahun atau lima belas tahun lagi media cetak di Indonesia akan tenggelam. Percayalah. Kata dia menyakinkan saya saat itu. Dan terbukti, belum genap 10 tahun IWO berdiri banyak koran mulai gulung tikar dan beralih ke media online.
Saya akui, pemikiran dan jam terbangnya jauh lebih maju selangkah dari saya. Karena, dalam benak kami saat itu media online alias darling masih diangggap sebelah mata oleh banyak pihak. Bahkan, instansi pemerintah sekali pun.
Hampir tiap malam kami berdiskusi soal apapun itu hingga larut malam. Bahkan tak jarang sampai dini hari. Mantan pacar yang kini jadi istri saya dirumah kerap “ngomel-ngomel” apa dapatnya berdagang berdua.
Pembahasan soal mendirikan IWO saya kesampingkan sekitar dua atau tiga bulan lamanya. Hingga akhirnya kami berdua sepakat membentuk organisasi yang dibidani oleh pemilik media serta wartawan yakni IWO.
Singkat cerita, saya mengajak kawan sekaligus senior saya bernama Budhi Candra untuk berdiskusi bertiga masih dilokasi itu-itu juga. Bangku serta kursi yang terbuat dari besi emperan Mall itu menjadi saksi bisu kami merancang dan mendirikan IWO.
Pada akhirnya, kami bertiga bersepakat jika Budhi Candra diangkat menjadi Ketua umum IWO pertama dan saya menjadi Sekretaris Jenderal atau Sekjen pertama. Sedangkan, Iskandar Sitorus berperan sebagai Ketua pendiri IWO. Peran serta tugas pun kami bagi-bagi waktu itu.
Budi Chandra bertugas menyiapkan AD/ART untuk organisasi IWO. Iskandar Sitorus berperan memberi masukan ke organisasi. Dan tugas paling berat ada dipundak saya. Karena di daulat harus mencari serta menyusun kepengurusan ditingkat Pusat, Provinsi serta Kabupaten/Kota.
WAKTU DAN PIKIRAN TERCURAH UNTUK IWO
Mulai saat itulah kami mulai bergerilya kesana ke mari. Hampir bersamaan waktunya saat itu, kami bertiga ditambah teman lain bersepakat mendirikan Perusahaan Terbatas (PT) untuk menjadi payung hukum media online. Meskipun saat itu saya sendiri sudah menjadi Redaktur pada media online. Sementara, Budi Chandra tercatat sebagai seorang fotografer di sebuah media.
Berjalannya waktu, sesuai tugas masing-masing yang telah menjadi kesepakatan saya mulai “tabrak sana sini”. Pada saat itu saya mulai kasak kusuk serta mengajak 15 orang lebih teman wartawan untuk bergabung di IWO. Sementara, Iskandar Sitorus mengajak kawannya yang bisa dihitung jari.
Banyak pertanyaan dari mulut kawan-kawan wartawan saat itu. IWO siapa yang punya?. Siapa orang dibelakang IWO?. Apa tujuannya IWO? Banyak lah pertanyaan dari mereka. Ya, saya jawab dan ceritakan apa adanya sama mereka.
Sebenarnya, banyak yang tidak mau bergabung pada awal IWO berdiri. Bahkan, saya sempat berpikir begini ya susahnya mendirikan sebuah organisasi.
Dengan keteguhan hati dan tekad, saya yakinkan kawan-kawan itu agar mau bergabung. Akhirnya mereka mau bergabung dan kami sepakat nama-nama kawan-kawan itu dimasukkan dalam Akta Notaris yang nantinya akan disahkan.
Prinsip kami saat itu lebih banyak orang bergabung dalam IWO akan lebih bagus. Bisa menambah persaudaraan serta memberikan nuansa berbeda.
Berjalanya waktu, saat kami akan deklarasi IWO ada beberapa nama kawan yang tidak mau dimasukkan sebagai pendiri IWO. Saya hargai hal itu, karena itu hak mereka.
Hingga akhirnya, tepat pada tanggal 8 Agustus tahun 2012 kami bersepakat untuk mendeklarasikan berdirinya IWO di salah satu restoran di Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat.
NAMA-NAMA PENDIRI IWO DI AKTA NOTARIS
Dalam Akta Notaris Sri Juwariyati, SH, M.Kn No 22 tanggal 12 Juni tahun 2017 serta Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor AHU-0009554.AH.01.07. Tahun 2017 tentang Pengesahan Pendirian Badan Hukum Perkumpulan Wartawan Online tercatat 18 orang nama pendiri IWO diantaranya; Iskandar HP Sitorus, Witanto, Budi Chandra, SH, Zulfasli, M Hendry Ginting, Syaifullah Hadmar, Novie Dodo, Muhammad Fauzi, Drs Ruslan Burhani, Hartono Harimurti, Steven Setia Budi Musa, Eko Haryadi Ismail, A Handoko Joko Priyono, Bambang Prihandoko, Drs KR Riyanto, Ade Mulyana, Dwi Christianto, SH, Jodi Yudono.
Dalam benak saya yang datang dan mencatatkan nama tersebut ke Notaris terdapat 22 orang pendiri IWO. Karena lain hal, ada beberapa kawan yang tidak mau dimasukan namanya dalam Akta Notaris. Sekali lagi Itu hak mereka. Namun, saya tetap mencatat dan akan tetap tercatat dalam sejarah mereka adalah pendiri IWO yang telah ikut membidani berdirinya IWO.
Diantara para pendiri IWO tersebut, sebagian orangnya telah tiada atau almarhum. Karena tidak kuasa mengelak dari takdir Tuhan yakni kematian. Selamat jalan para senior. Semoga tempat terbaik disiapkan Tuhan untuk kalian.
Memang jeda waktu deklarasi IWO dan catatan pendirian IWO di Akta Notaris ada rentan waktunya. Hal ini, hanya masalah teknis administrasi semata. Intinya, IWO adalah organisasi profesi wartawan yang legal karena telah disahkan oleh pemerintah dalam hal ini Menkumham RI.
MUBES IWO KE I
Kemeriahan jelang Musyawarah Bersama atau Mubes IWO ke I pada pada tanggal 8-9 September 2017 di Jakarta saat itu mulai terasa tiga bulan sebelumnya. Karena, Mubes IWO tersebut disambut antusias anggota serta pengurus IWO dari Aceh hingga Papua.
Tercacat dalam benak saya, sekitar 28 lebih Pengurus Provinsi IWO datang menghadiri gelaran Mubes IWO yang digelar selama dua hari tersebut. Ditambah, pengurus IWO ditingkat Kabupaten/Kota datang ke acara itu. Kalau ditaksir sekitar 400 orang wartawan dari Aceh sampai Papua tumplek dalam acara itu.
Gelaran Mubes IWO ke I pun akhirnya usai. Hingga akhirnya, panitia menanggung rugi hingga puluhan juta rupiah karena kurangnya pembayaran ke pihak hotel. Kendaraan roda empat saya pun dijadikan jaminan oleh pihak hotel selama beberapa hari. Saya pun, harus dipinjami kendaraan milik kawan untuk menutup suara istri ketika ditanya saat tiba di rumah.
Pihak management hotel pun sempat ke rumah untuk menagih pembayaran. Beruntung, kurang dari 10 hari, pembayaran ke pihak hotel pun bisa diselesaikan oleh kawan-kawan panitia. Akhirnya, mobil saya pun bisa kembali.
Tujuan awal kami menggelar Mubes IWO ke I saat itu diantaranya; menjalin silaturahmi, konsolidasi organisasi, pembahasan AD/ART dan terpenting untuk mensahkan Jodi Yudono sebagai Ketua umum IWO didepan peserta Mubes menggantikan Budhi Candra yang telah mengundurkan diri.
Pasca Mubes kerikil-kerikil dalam organisasi mulai terasa bagi saya pribadi. Tapi itulah organisasi. Dalam benak saya, semakin banyak orang tentu banyak pendapat serta berbeda pandangan dan pemikiran. Itulah dinamika dalam berorganisasi. Kala itu, saya berpikir untuk mengambil hikmahnya dari kejadian itu. Karena, setiap peristiwa pasti ada hikmahnya dan “Gusti Allah Ora Sare”.
Bagi saya, IWO adalah rumah besar dan tidak akan pernah terlupakan. Disana, darah saya mengalir. Siang dan malam tak kenal waktu tenaga dan pemikiran saya curahkan. Dari masa ke masa IWO Tetaplah IWO. Biarlah para “penusuk'” di IWO akan “membusuk” oleh karma Tuhan yang pasti nyata terjadi.
Ketika IWO berusia 11 tahun 2023 ini saya hanya berharap IWO bisa menjadi rumah bersama yang teduh bagi semua anggotanya. Semoga, IWO tetap menjadi organisasi wartawan yang independen dan terdepan dalam memerangi berita hoaks ditengah terpaan pesatnya kemajuan teknologi. Sekali lagi, selamat HUT IWO ke 11 tahun.
Akhir kata, tidak ada manusia yang sempurna, yang sempurna hanya Tuhan Yang Maha Esa. Mohon maaf jika ada salah kata dan ucap.
Penulis: Witanto Bin Tarbit
Pendiri Ikatan Wartawan Online (IWO)