Warga Kota Malang, yang merupakan umat agama Baha’i, Susiana, mengatakan meski agama Baha’i telah diakui sebagai agama yang berdiri sendiri oleh Kementerian Agama, pernikahan sesama umat agama Baha’i masih menemui hambatan pencatatan.
Ini, kata Susiana, karena belum ada agama Baha’i pada kolom isian di pencatatan sipil, sehingga harus mendapat putusan penetapan dari pengadilan.
Susiana mengatakan, seharusnya negara memfasilitasi warganya yang hendak menikah, sebagai salah satu hak asasi yang harus dipenuhi negara, bukan malah mempersulit.
“Harapannya pemerintah memfasilitasi warganya untuk bebas memilih apa agamanya, bebas memilih siapa yang mau dinikahinya, tidak dibatasi oleh kotak-kotak, oh karena agamamu ini A, maka kamu harus menikah dengan yang agamanya A, itu aneh kan. Saya rasa itu mungkin ya miss interpretasi dari Undang-undang yang ada, tapi saya kan bukan ahli hukum ya. Hak untuk menganut agama itu adalah hak setiap warga negara, hak untuk menikah juga tidak dibatasi kan?,” kata Susiana.
Praktisi hukum, Rachmat Harjono Tengadi, mengatakan perkawinan campur antar bangsa dan antar agama (beda agama), dimungkinkan terjadi melalui putusan penetapan pengadilan negeri, sesuai Pasal 57 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Putusan pengadilan mewajibkan Dispendukcapil mencatat perkawinan beda agama.
PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk melalui BRI Branch Office Gunung Sahari menggelar kegiatan sosialisasi…
Bandung sebagai kota pelajar menjadi salah satu tempat berkumpulnya kampus dengan reputasi terbaik di Indonesia,…
Jakarta, Oktober 2025 – PT Waskita Beton Precast Tbk (kode saham: WSBP) genap berusia 11…
Pasar aset kripto terus didorong oleh perkembangan teknologi baru. Di mana saat ini, kebutuhan akan…
Dalam semangat kebersamaan, pelestarian alam, dan penguatan solidaritas antarsesama, komunitas BRI Pecinta Alam (BRIPALA) DKI…
Jakarta, 3 Oktober 2025 – Pekan Olahraga Mahasiswa Nasional (POMNAS) XIX yang mempertemukan ribuan atlet…
This website uses cookies.