Kekerasan Seksual di Balik Dinding Lembaga Pendidikan Berasrama

YOGYAKARTA – Kasus kekerasan seksual makin sering terjadi di lingkungan pendidikan, khususnya yang memiliki fasilitas asrama. Mayoritas kasus tidak dilaporkan karena sejumlah kendala.

Sebagai konselor, Sylvi Dewajani, kenyang dengan pengalaman menangani kasus kekerasan terhadap anak, khususnya kekerasan seksual. Belakangan ini, dia mencatat ada sejumlah kasus kekerasan seksual yang masuk ke lembaga konsultasinya berasal dari sekolah berasrama.

Sylvi, yang juga Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) DI Yogyakarta bahkan merasa perlu menjadikan program pencegahan kekerasan seksual di lingkungan asrama sekolah sebagai prioritas.

“Kita, di KPAI Daerah, tahun depan 2023 mau memfokuskan pada boarding school, tidak hanya pesantren saya kira, semua boarding school itu kasus kekerasan seksualnya sangat tinggi. Sehingga perlunya ada model akreditasi untuk sekolah boarding tersebut,” ujarnya, ketika berbicara dalam diskusi Pencegahan dan Penindakan Pelecehan Seksual Terhadap Anak di Lingkungan Pendidikan, yang diselenggarakan Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Sabtu (24/9).

Para aktivis antikekerasan seksual menggelar protes menentang aksi kekerasan seksual di lingkungan kampus di Indonesia dalam aksi di Jakarta, pada 10 Februari 2020. (Foto: AFP/Adek Berry)

Selama ini akreditasi dilakukan untuk sekolah. Sylvi memandang langkah yang sama juga juga perlu dilakukan untuk asrama karena bukan hanya menyangkut kegiatan pendidikan, tetapi juga pengasuhan. Asrama masuk sebagai pengasuhan alternatif sebagai pengganti keluarga.

Sylvi baru saja selesai menangani satu kasus di mana seorang siswi menjadi korban kekerasan seksual di lembaga pendidikan berasrama.

“Ini nyata, yang saya tangani adalah anak ini disetubuhi oleh teman satu kamarnya, kakak kelas yang satu kamar begitu. Itu dari bulan Januari sampai dia keluar, lalu masuk ke saya itu April, sudah 18 kali dilakukan persetubuhan. Putri sama putri,” kata dia.

Anak tersebut mengalami depresi berat, kata Sylvi, dan setelah penanganan beberapa bulan kondisinya membaik, dan berpindah sekolah.

Biro konsultasi yang dikelola Sylvi, pada periode Januari sampai September ini menangani delapan korban kasus kekerasan, di salah satu lembaga pendidikan berasrama. Dua di antaranya adalah korban kasus kekerasan seksual berupa persetubuhan sesama jenis.

Page: 1 2 3 4

Redaksi - SWARAKEPRI

Recent Posts

COP30: MIND ID Tekankan Transformasi Nikel Hijau untuk Perkuat Posisi Indonesia dalam Mineral Kritis Dunia ‎

Dalam perhelatan Konferensi Perubahan Iklim Dunia COP30, MIND ID Group menegaskan bahwa masa depan industri…

1 jam ago

KAI Daop 1 Jakarta: Komite TJSL Salurkan Bantuan Program Bina Lingkungan Senilai Rp 220 Juta

Komite Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) PT KAI Daop 1 Jakarta kembali menyalurkan bantuan…

2 jam ago

Ada Aturan Baru Bawa Power Bank di Kereta Api, Ini Ketentuannya

PT Kereta Api Indonesia (Persero) mulai menerapkan aturan baru bagi pelanggan yang membawa power bank…

2 jam ago

694 Kontainer Limbah Elektronik Banjiri Batam, Ini Penjelasan Lengkap Dirlalin BP Batam

BATAM – Sebanyak 694 berisi limbah elektronik(e-waste) dari Amerika Serikat sudah masuk di Pelabuhan Batu…

4 jam ago

Tips Percaya Diri Saat jadi Content Creator bersama Priska Sahanaya dan Beauty Class Fanbo

Tanggal 12 September 2025, SMA & SMK Yapenda menggelar acara “Storytelling Techniques to Make Your…

4 jam ago

KAI Tetapkan Kesiapan Penuh untuk Angkutan Natal dan Tahun Baru 2025/2026

PT Kereta Api Indonesia (Persero) menetapkan kesiapan penuh menghadapi Masa Angkutan Natal 2025 dan Tahun…

5 jam ago

This website uses cookies.