Selanjutnya, untuk menjamin kepastian hukum yang adil dalam penegakan hukum maka pemahaman yang sama di antara berbagai instansi pemerintah dalam hal ini Menteri dan aparat penegak hukum, maka konsep penegakan hukum terpadu juga harus diterapkan pada penyidikan tindak pidana lain yang bersumber dari tindak pidana lingkungan hidup, misalnya tindak pidana korupsi yang salah satu unsur penting yang harus dibuktikan adalah unsur melawan hukum yang dalam kaitannya dengan permohonan ini adalah unsur melawan hukum di bidang lingkungan hidup.
Oleh karena itu, untuk menjamin kepastian hukum yang adil sebagaimana diatur dalam pasal 28D ayat (1) UUD 1945 maka sudah seyogianya Mahkamah memaknai frasa “tindak pidana lingkungan hidup” sebagaimana diatur dalam pasal 95 ayat (1) UU PPLH adalah termasuk “tindak pidana lain yang bersumber dari pelanggaran undang-undang ini” misalnya tindak pidana korupsi.
Dengan dinyatakannya kata “dapat” bertentangan dengan UUD 1945 dan frasa “tindak pidana lingkungan hidup” dimaknai termasuk “tindak pidana lain yang bersumber dari pelanggaran undang-undang ini” maka pasal 95 ayat (1) UU PPLH disamping menjadi memenuhi ketentuan pasal 28D ayat (1) UUD 1945 juga menjadi sesuai dengan: (i) “asas kekeluargaan” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf d (dan penjelasannya) UU Pembentukan PUU yang menyatakan bahwa “setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan”.
Jadi dengan dikabulkannya permohonan ini maka para penegak hukum tidak dapat melakukan penyidikan dan penuntutan “tindak pidana lingkungan hidup dan tindak pidana lain yang bersumber dari pelanggaran undang-undang ini” tanpa bermusyawarah dengan Menteri Lingkungan Hidup sebagai regulator melalui penegakan hukum terpadu; (ii) “asas ketertiban dan kepastian hukum” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
huruf i (dan penjelasannya) UU Pembentukan PUU yang menyatakan bahwa “setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus dapat
mewujudkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian hukum”.
Jadi dengan dikabulkannya permohonan ini maka tercipta kepastian hukum bahwa penegakan hukum terhadap dugaan pelanggaran “tindak pidana lingkungan hidup dan tindak pidana lain yang bersumber dari pelanggaran undang-undang ini” dilakukan melalui “penegakan hukum terpadu” di bawah koordinasi Menteri Lingkungan Hidup sebagai regulator.
Setelah menerangkan dan membacakan hasil putusan MK No. 18/PUU/XII/2014 ini, wartawan kembali bertanya kepada Togu Simanjuntak pada saat berkas perkara telah dilimpahkan dari Kejaksaan ke Pengadilan Negeri Batam atau sebelum perkara pokok disidangkan di pengadilan. Kenapa pihaknya tidak mengajukan Praperadilan?
Togu Simanjuntak beralasan dirinya dalam perkara ini hanya memiliki wewenang perihal keagenan kapal bukan posisi sebagai penasehat hukum terdakwa. “Itu tupoksinya pengacara terdakwa, saya tidak bisa berkomentar untuk ke arah situ,” bebernya.
Wartawan kembali bertanya, jika PT VIS ditunjuk menjadi agen kapal MT Arman 114 melalui Krill Marine PTE. LTD. Bagaimana dengan PT JMP apakah ditunjuk oleh agensi kapal yang sama?
SEOCon Forum Bali 2024, konferensi digital marketing terbesar di Asia Tenggara, dengan bangga mengumumkan bahwa…
Celebrate New Year’s Eve 2024 at Café del Mar Bali with an electrifying lineup featuring…
WSBP mengajak 25 siswi SMA Negeri 1 Kalijati untuk untuk memahami pentingnya kesempatan berkarir perempuan…
URALA Indonesia, Digital PR Agency di Indonesia, berkomitmen untuk selalu menghadirkan lingkungan kerja yang baik,…
Surabaya, 19 November 2024 – Tim Wirausaha Merdeka (WMK) UNESA memperkenalkan Ur’Ball, inovasi bakso berbahan…
Scati, pemimpin global dalam solusi keamanan inovatif, dengan bangga mengumumkan penunjukan MLV Teknologi sebagai distributor…
This website uses cookies.